Wednesday, February 25, 2015

Kolik

Hafidz lagi rewel beberapa hari ini. Nangis dan gelisah. Ini salah itu salah. Sepertinya kesal dan marah, lantas nangis dan baru tenang kalo sudah tidur karena capek. Hafidz gak demam, batuk pilek juga gak ada, saluran napas saat ini sedang aman. BAK jumlah nya cukup, BAB setiap hari dan  tidak mencret. Senyum udah mahal, apalagi tertawa atau main main. Diajak duduk gak mau, jalan jalan pake kereta keliling rumah gak tenang, main ayunan gak betah. Karena gak mau duduk, jd susah dikasi makan bolus. Digendong atau dikelonin hanya menenangkan sementara.

Pikiran saya sudah macam macam. Entah kenapa yang kepikiran pertama kali adalah: Hafidz mungkin mau sesuatu, tapi karena gak bisa bilang akhirnya kesal dan marah marah sendiri. Awal nya saya merasa gak ada masalah kesehatan yang perlu dikhawatirkan disini. Jadi ini murni karena masalah komunikasi. Masalah komunikasi memang salah satu tantangan yang akan kami hadapi sebagai orang tua CdLS. Semakin besar akan semakin banyak kebutuhan, bahkan mungkin Hafidz sendiri gak paham apa yang dia mau, gak bisa bilang kemudian akan kesal dan marah marah, yang ujung nya bisa mengarah ke behavioral disorder dan ada kemungkinan menyakiti diri sendiri dan orang lain (udah jauh aja pikiran saya)

Saya sudah cemas dan sudah berpikir terlalu jauh. Mungkin yang saya pikirkan juga benar, tapi sepertinya ada masalah lain. Sudah 4 hari dan marah marah nya masih belum kurang. Hafidz sehari hari nya adalah anak yang periang, jarang nangis dan tidak rewel saat makan dan tidur. Tapi beberapa hari ini menangis hampir sepanjang hari. My best guess so far: Sakit gigi? Kesal karena keinginan gak kesampaian? Atau perut sedang gak nyaman

Setelah 4 hari gak berkurang, Hafidz kami periksakan ke dokter anak yang sudah lama menangani Hafidz, dr. Rizalya Dewi SpA. Kesimpulan sementara, kemungkinan Kolik (it's better to search and dig about Colic on google  yourself coz there are lots and lots of article you can read about this :)
Jadi memang ada perasaan gak nyaman di perut Hafidz yang membuat Hafidz jadi rewel dan nangis. Gejala yang dialami Hafidz memang terlihat sesuai dengan beberapa sumber yang kami baca tentang kolik

Saya jadi ingat, sebenarnya ini bukan pertama kali Hafidz mengalami kolik, waktu Hafidz masih tiny little itty bitty baby (hehehe) sekitar umur 4-6 bulan juga pernah mengalami kolik. Waktu itu saya dan ayah nya Hafidz panik nya minta ampun. Hafidz beberapa hari sebelum nya baru saja pulang dari rawatan rumah sakit. Jadi sudah memikirkan yang buruk buruk sebelum bisa menenangkan diri. Hafidz juga sering nangis, terutama setelah magrib, dialami Hafidz beberapa hari dan keluhannya hilang timbul. Saya ingat hari pertama Hafidz kolik, Hafidz nangis dan berhenti setelah saya gendong sambil saya ajak ngobrol. Hari kedua kolik, nangis nya gak berhenti saat saya gendong seperti hari pertama, berhenti nya setelah di gendong nenek dengan posisi telungkup sambil punggung di usap usap. Hari ketiga kolik nya gak lama, berhenti sendiri setalah BAB, Hari keempat kolik nya paling lama. Sudah di coba macam macam Hafidz masih nangis matanya sampe bengkak kita sudah kehabisan cara untuk menenangkan Hafidz. Panik, akhirnya kita bawa Hafidz ke rumah sakit dan sangat sangat khawatir Hafidz muntah dijalan (umur segini Hafidz belum Nissen Fundoplication). Dijalan, sebelum sampai di Rumah Sakit, Hafidz nya tenangan sendiri, dan akhirnya tidur seperti gak kejadian apa apa. Karena sudah terlanjur jalan ke RS, kami tetap ketemu sama dokter anak. Disitulah pertama kali kami dijelaskan kemungkinan Hafidz mengalami kolik.

Penjelasan dokter, kolik sangat umum dialami bayi, baik bayi ASI maupun bayi Sufor. Teori penyebab nya masih beragam. Beberapa mengemukakan Kolik disebabkan karena faktor hubungan antara ibu dan bayi, stress bayi, Shaking Baby Syndrome, dll. Pengobatan nya juga tidak terlalu agresif. Kolik dapat berlangsung lama, anak bisa menangis lebih dari 3 jam setiap hari dan dapat berlangsung beberapa minggu. Dapat hilang dengan atau tanpa obat-obatan. So at that time, our first experience about Colic lasted for at least a week, Hafidz got better and never had any of it again until these days, so been quite some years after.

Oke jadi balik ke kondisi Hafidz yg sekarang ya.. Hafidz di beri beberapa obat untuk membantu mengurangi rasa gak nyaman di saluran cerna. Dokter kasi Hafidz probiotic dan Piptal untuk jaga jaga jika terlalu rewel atau kesakitan. One thing for sure, this condition can still be treated well without staying at hospital, though it may need further observation. Saat saya buat blog ini, sudah 2 hari di beri obat, pagi sampai menjelang sore masih rewel tapi  Alhamdulillah malam bisa tidur lebih nyenyak. Dalam sehari 'serangan' kolik nya berlangsung 2 kali.  Karena dokter sementara menyimpulkan kolik, saya dan suami jadi sering bahas ttg kolik, trying not to stress out, berusaha tenang supaya Hafidz nya juga ikutan tenang.

Im writing this blog around 11 o'clock at night, with Hafidz beside me sleeping safe and sound (literally, listening to him snoring). hopefully no colic attack tonite, gonna keep an eye on him while daddy is away. I told him Daddy will come in two days, i hope it helps the colic and release that stress out of him (theory says so, idk,)
Sangat sangat merindukan Senyum dan ketawa Hafidz. Im gonna post some of his pics smiling with his wild teeth all over the place :D

Hobi guling guling sampai mentok


Happy and healthy

Sikat gigi jadi mainan
Bob Marley kinda day :)

 Cepat sembuh anak sayang, semoga Allah mengangkat penyakit Hafidz ... Mommy and Daddy love you, Precious Soul.. 

 Foto foto Hafidz yang lain dan beberapa video bisa di lihat di Instagram saya: Wenny Rahmalia Rezki, atau silakan cek hashtag untuk foto foto anak dengan CdLS lain di Instagram: #cdls #corneliadelangesyndrome. I'll be back with more updates, thank you for reading my blog, means alot! :)

Saturday, February 14, 2015

Gangguan Pendengaran

Flashback sedikit yaaaaa :). Saya mau cerita tentang masalah pendengaran Hafidz. Seperti sumber sumber yang bisa kit abaca mengenai CdLS, anak anak dengan CdLS salah satu masalah utama nya adalah gangguan pendengaran. Dulu saat awal merawat Hafidz, permasalahan utama kami adalah gangguan makan dan pneumonia berulang. Bisa dibilang Hafidz mulai jarang sakit saat umur 2 tahun. menjelang umur 2 tahun, berat badan Hafidz mulai naik, karena sudah jarang sakit, sudah jarang muntah dan reflux, imunisasi juga sudah lengkap, sehingga daya tahan tubuh Hafidz semakin kuat.

Saya dan suami memang sudah lama merasakan kalau Hafidz tidak respon dengan stimulasi suara. Kita sering ngobrol saat Hafidz tidur, Hafidz tidak merasa terganggu, kami pernah sengaja menutup pintu agak keras saat Hafidz tidur, Hafidz tidak berespon dan tidak terkejut, tetap tidur sambil ngorok. Dipanggil dengan suara keras di salah satu sisi, Hafidz tidak menoleh, dan tentu saja yang paling penting, Hafidz belum juga mulai mengoceh padahal umurnya sudah 2 tahun.

Suami dan saya sudah banyak membaca tentang CdLS baik dari buku kedokteran atau bacaan apapun yang kami temukan di Internet. Kami memang sudah siap dengan segala kemungkinan, bahwa segala permasalahan yang mungkin muncul pada anak dengan CdLS dapat terjadi pada Hafidz. 

Pendengaran Hafidz pertama kali kami periksa saat masih tinggal di Medan, di RS tempat Hafidz dilahirkan.  Waktu itu pemeriksaan OAE sudah satu paket dengan paket melahirkan di sana. Waktu itu hasil nya "Referred" walaupun sudah dilakukan berulang kali. Waktu itu saya ingat perawat nya hanya berpesan agar di pertemuan dokter berikutnya pemeriksaan bisa diulang karena hasil nya belum bisa dipastikan. Saya dan suami saat itu tidak terlalu memusingkan mengenai hasil OAE nya jd tidak kami tindak lanjuti, sudah repot sekali ngurusin masalah reflux dan pneumonia Hafidz.

Akhirnya setelah Hafidz berumur 2 tahun, sudah jarang sakit dan suami sedang cuti, kami bawa Hafidz ke rumah sakit untuk pemeriksaan BERA. Pada pemeriksaan ini, syarat pemeriksaan ini pasien harus dalam keadaan tenang. Jadi sebelum pemeriksaan Hafidz di beri kan sirup supaya Hafidz tertidur dan gak lama Hafidz nya tertidur, pemeriksaan bisa dilakukan.

Test BERA 
Posisi tidur saat pemeriksaan BERA harusnya terlentang, tapi Hafidz kalau tidur terlentang, saluran napas nya gak plong dan biasanya bakalan ngorok keras dan akhirnya terbangun. Jadi untuk kasus Hafidz, terpaksa pemeriksaan telinga nya di lakukan satu persatu. Hafidz tetap tertidur sampai pemeriksaan selesai.

Hasil BERA : gangguan pendengaran derajat berat di kedua telinga. Ambang pendengaran Hafidz 80 dB, hanya bisa mendengar suara seperti petir atau suara pesawat, which explains why Hafidz doesnt respond to sounds. Saya memang sudah lama mengetahui Hafidz punya gangguan pendengaran, tapi dulu saya tidak terlalu memikirkan, masih positive thinking, mudah-mudahan gak lama lagi Hafidz bisa mendengar. Saya tetap ajak Hafidz berbicara, ngobrol berdua. Saya seperti mau menyembunyikan apa yang saya takutkan. Saya sering berpikir, kalau Hafidz tidak bisa mendengar, otomatis akan mengalami gangguan berbicara, jadi sulit komunikasi.

Saya sering berpikir, apakah Hafidz akan mengerti kosep anak-ibu? Kira kira Hafidz tau gak saya ini ibu nya.. atau saya ini hanya salah satu orang yang ada dalam kehidupannya. Saya tidak menyusui Hafidz karena selalu memakai selang, waktu Hafidz dibawah 1 tahun, saya jarang menggendong Hafidz karena sering reflux, Hafidz lebih sering menghabiskan waktu tidur di RS dari pada di rumah. Hafidz tidak bisa mendengar saya memanggil nya, one of my biggest so far..

Saat Hafidz berumur 2 tahun lebih, saya lupa tepat nya kapan, saya dan suami akhirnya mencarikan Alat Bantu Dengar untuk Hafidz. ABD dipilih sesuai dengan hasil BERA Hafidz.  Butuh sedikit penyesuaian pada alat ABD nya karena telinga Hafidz yang mungil.  Setelah disesuaikan pun alat nya masih sering copot dan Hafidz masih belum betah. Rekor terlama adalah 5 menit!! Dan ujung ujung nya nyerah dan Hafidz lebih sering bermain tanpa ABD nya. Padahal sebaiknya ABD dipakai sepanjang waktu kecuali mandi dan tidur.

First day with hearing aid

Pake topi biar Hearing Aid gak copot

Longest time! 5 minutes!! :)


Untuk saat ini, mungkin kami belum bisa mendengar Hafidz memanggil "Ayah", "Ibu", Hafidz mungkin belum bisa mendengar suara kami, If he could hear my voice, i just want  to say: I love You! I'm your Mom!!
Yang juga sering membuat saya sedih, memikirkan kesulitan komunikasi yang akan kami hadapi kedepan. Bagaimana kalau Hafidz sakit gigi? Mungkin Hafidz mau minta diambilkan sesuatu tapi gak bisa bilang, he cant tell if he is feeling unwell, we cant figure out what he wants, imagining how frustrating it would be for him, and for us. 

Semoga seiring berjalannya waktu, kami bisa menemukan solusi untuk masalah komunikasi ini. Sign Language would be one of the main options, but which sign methode we want to use still hasnt been decided. We will learn from him one day, i believe he will teach us what to do one step at a time. in the meantime, we're just gonna enjoy this journey :)

Hafidz's first holiday trip


Bulan Desember tahun 2014 lalu, saya beranikan diri bawa Hafidz jalan jalan keluar kota. Saya ajak Hafidz ke kota Tanjugn Pinang, tempat Ayahnya saat ini bekerja. Sedikit cerita tentang saya dan suami ya, hehehehe, suami saya bekerja di salah satu perusaan konstruksi milik negara, dan sering berpindah kota sesuai tugas yag diberikan. Setelah Hafidz operasi gastrostomy, saya memutuskan untuk pindah membawa Hafidz ke Pekanbaru dan tinggal bersama orang tua saya sampai sekarang. Suami saya saat itu masih bekerja di Medan namun tidak lama, pibdah tugas ke Ambon. Waaaaaah, sebenarnya saya penegn ikut tapi mengingat kondisi Hafidz, jadi saya putuskan untuk tetap tinggal di Pekanbaru. tahun 2014, suami saya pindah ke Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Suami saya diberi izin untuk pulang ke Pekanbaru setiap bulan selama 3-5 hari. Alih alih suami yang pulang ke Pekan, giliran Hafidz yang ke Tj Pinang untuk ketemu ayah nya... Rasanya senang sekali, sekalian saya liburan juga ehehehe, sudah lama gak liburan (thanks buat teman teman di tempat saya kerja, sudah atur jadwal jadi saya bisa libur 5 hari, makasih Tante Ayuuuuu!!! :)

Saya awal nya memang sedikit takut untuk bawa Hafidz keluar dari zona amannya. Saya khawatir bagaimana kalau Hafidz sakit, bagaimana kalau ada alat perlengkapan Hafidz yang tertinggal atau hilang selama di perjalanan... pokoknya semua yang buruk buruk sudah terbayangkan... Kalau memang ada yang hilang, waduh gawat, alat alat nya gak dijual di Indonesia, harus beli dulu ke negara tetangga... Sampai beberapa hari menjelang berangkat, saya masih stres dan masih ragu walaupun tiket sudah dibeli.


Dua hari sebelum berangkat, Hafidz demam! padahal sebelumnya baik baik saja, gak ada batuk pilek, lendir di saluran napas juga gak banyak.. waaduh.. saya jadi tambah ragu bisa berangkat apa gak.. sore nya saya bawa Hafidz ke dokter anak, dokter kasi obat demam dan obat stand bye buat jaga jaga kalo lendir nya mulai banyak. Saya juga ngasih tau ke dokter nya rencana liburan kami, dokternnya bilang gak masalah, silahkan berangkat, gak usah khawatir... waaaah saya rasanya lega sekali, setidak nya dokternya sendiri tidak melarang Hafidz terbang.

Perlengkapan yang kami persiapkan seperti perlengkapan untuk perjalanan 1 bulan hehehe... Saya harus membawa Feeding pump, kantong susu, beberapa botol susu, 1 kaleng susu, baju Hafidz, obat obat, peralatan button, peralatan makan, stroller, dan perlengkapan saya sendiri. udah seperti pindah rumah hehehehe...

Saya berangkat hanya bertiga dengan BS Hafidz yang sudah merawat Hafidz 1 tahun, sudah handal merawat Hafidz sehari hari. Di hari keberangkatan Hafidz di beri makan pagi seperti biasa, kemudian kami menyiapkan susu dalam botol kecil untuk jaga jaga kalau pesawatnya delay dan Hafidz sudah harus makan. Selama di terminal dan di pesawat Alhamdulillah Hafidz gak rewel. Sampai di Batam saya sudah ditunggu oleh suami yang jemput ke Bandara. Hafidz selama di terminal saya gendong dengan carrier, dengan Hafidz menghadap saya. Hafidz masih cenderung menengadahkan kepala saat di gendong, posisi arching seperti ini memang sudah lama dilakukan Hafidz, sepertinya Hafidz bernapas lebih lega dengan posisi kepala seperti itu (ngorok nya hilang). Tapi justru dengan posisi arching seperti ini Hafidz jadi lebih sering tersedak. Ludah yang mengumpul di saluran napas tidak di telan dan karena saya gendong Hafidz sambil berjalan, Hafidz tersedak, batuk dan muntah. Saya khawatir sekali, saya harus berhenti dan menenangkan Hafidz dulu, mebetulkan posisi dan menepuk punggung Hafidz. Saya sampai di lihatin sama banyak orang di terminal, tapi ya seperti biasa saya nggak peduli dan pasang tampang jutek (apa liat liat! hehehehe). Yang penting Hafidz nya bisa napas seperti biasa. Waktu itu saya juga hampir terjatuh, karena saya lagi sakit pinggang (salah posisi waktu menggendong Hafidz dari posisi duduk ke berdiri beberaoa hari sebelum berangkat, just when i thought things couldnt be more complicated lol)

Besok nya kami melanjutkan perjalanan ke Tj Pinang dengan menggunakan kapal Ferry, kurang lebih 1 jam perjalanan. Kami sampai sudah hampir sore jadi kami putuskan untuk istirahat, settle things down, put hings in their places, dan luckily, hotel nya juga menyediakan tempat tidur untuk bayi, and it's free heheheh...

Hari kedua kami mengunjungi tempat suami saya bekerja, melihat proyek jembatan yang sedang di bangun, Hafidz senang sekali saat terkena hembusan angin laut, and we took a pic of him having fun at the project site. Daddy also gave Hafidz a little surprise, Hafidz has is own badge, so he is officially an engineer!! :)

kesenengan kena angin laut :)
pantai Trikora
"Ngupil"

Fun time with Daddy

I have to say, Im so proud of my son. Ini adalah pertama kalinya Hafidz melakukan perjalanan yang tujuannya jalan jalan, bukan untuk ketemu dokter atau operasi. Hafidz Alhamdulillah tidak rewel, sering tertawa, main main sendiri, sepertinya senang dengan suasana yang berbeda dari rumah.

Saya jadi inget pesan Mba Early, salah satu ibu dengan anak CdlS yang saat ini tinggal di US, beliau berpesan, kalau kita stres atau banyak pikiran, anak anak bisa ikut merasakan, jadi semua nya di bawa santai dan dibawa enak aja, namanya juga liburan, jadi kalo ibu nya senang, gak stres, anak nya pasti akan merasakan dan ikutan senang. Mba Early bener, saya merasakan nya sepanjang liburan, Saya merasa senang dan gak stres, Hafidz juga ikutan, di bawa jalan kemana aja gak rewel, duduk lama di mobil juga gak rewel dan Alhamdulillah gak sakit. What makes me feel relieved is that slowly convinced and feeling sure that Hafidz and I have a connection! something I wouldnt even think could exist when he was still itty bitty :)

It was a great holiday, for my little family :)

Friday, February 13, 2015

Continuous Feeding

Di blog ini saya akan menceritakan bagaimana kelanjutan Hafidz setelah pulang dari rawatan 2 minggu karena Pneumonia. Dirumah Hafidz masih dibantu dengan oksigen, Hafidz masih dalam tahap recovery, dan belum aktif seperti biasa. Keadaan jadi tambah menyulitkan karena kondisi udara yang buruk. Lagi lagi kota Pekanbaru diselimuti kabut asap dan kali ini asap nya cukup tebal sampai anak anak diliburkan dari sekolah. Ini tentu saja sanget berdampak besar untuk Hafidz. Lendir di saluran napas nya jadi banyak lagi dan akhirnya Hafidz harus pakai CPAP lagi. Rasanya sedih sekali, Hafidz baru pulang dari RS sudah sakit lagi dan sangat khawatir jangan sampai harus dirawat lagi (memikirkan jalur akses vena saja sudah bikin saya stress sekali).
Crazy Smog

Rasanya mau protes kok ini masalah asap dari tahun ke tahun gak selesai, kasihan sekali warga Pekanbaru harus menghirup udara kotor. Tapi saat itu juga saya jadi bersyukur, ada banyak kemudahan disaat bersamaan. Barangkali ada orang lain yang kondisi nya lebih memprihinkan dari saya dan keluarga, so we are trying to cope with this situation the best way we can

home CPAP


Saya dan suami kemudian mencari infrormasi tentang continuous feeding. Kami pikir ini salah satu cara untuk mengurangi kemungkinan pneumonia berulang. Berbagai informasi kami kumpulkan, tentu saja sebagian besar kami dapat dari internet, dari foto foto di instagram dan CdLS Foundation USA. Alhamdulillah akhirnya beberapa hari sebelum lebaran tahun 2014, suami berangkat ke Singapore untuk membeli alat feeding pump dan perlengkapan lainnya. Rasanya senang sekali, saya merasa sangat terbantu dengan alat ini. Hafidz bisa diberikan susu sedikit sedikit sesuai dengan jumlah yang di perlukan, kami bisa buat susu sekali banyak dalam satu waktu dan untuk saya sendiri, for the first time in nursing Hafidz, i got a chance to sleep more than 3 hours, yay to me!! :D

Night time feeding


Seperti yang terlihat di foto, kami menggunakan pump dengan merk Kangaroo, seperti yang digunakan saat Hafidz di rawat di RS di Singapore, saya lihat di internet banyak orang tua yang menggunakan merk ini, jadi kalo saya kebingungan saya jadi bisa nanya nanya, maklum, baru pertama kali menggunakan. Alat alat nya terdiri dari kantong feeding  (wadah susu), mesin feeding pump, dan tiang infus. Saya membuat susu sesuai dengan kebutuhan Hafidz satu malam. Untuk saat ini saya memberikan Hafidz susu dengan kecepatan pemberian 60 cc per jam yang bisa di set di mesin feeding  nya. Continuous feeding biasanya dimulai jam 9 malam, saat Hafidz sudah tidur, dan biasanya akan habis sekitar jam 5-6 pagi. Selama suhu ruangan sejuk, susu dapat diberikan sampai pagi. Duluuu waktu awal pertama kali menggunakan mesin ini, saya hanya membuat susu yang habis dalam 4 jam, sehingga sekitar jam 2-3 pagi saya harus bangun lagi untuk membuat susu sampai pagi. Waktu itu saya kepikiran kalo buat susu kebanyakan nanti susu nya bisa basi. Setelah ngobrol dengan orang tua yang juga menggunakan feeding pump, saya diyakinkan bahwa susu kondisinya akan tetap baik selama suhu ruangan bisa dijaga tetap sejuk (settingan AC di kamar biasanya hanya 25 C). Dan memang tidak masalah buat susu untuk di jalankan sampai pagi. Alhamdulillah selama menggunakan night feeding dengan mesin, dan bikin susu untuk diberikan sampai pagi, Hafidz belum pernah mengalami gangguan pencernaan.

Continous feeding dengan alat pump ini kami berikan malam hari saja. Pagi hingga sore, Hafidz masih diberi makan secara bolus 3 kali. Pagi, Hafidz diberikan bubur tim yang terdiri dari kentang/nasi, protein, dan sayuran yang direbus, tanpa gula garam, kemudian di blender dan di saring, kekentalan nya disesuaikan. Tidak boleh terlalu kental karena saya takut akan menyumbat selang. Siang, Hafidz diberikam juz buah, dan sore nya Hafidz diberikan bubur tim lagi. Kami hanya memberikan continuous feeding sesekali saja di siang hari, supaya Hafidz ada waktu untuk bermain, terapi dan jalan jalan :) 

Setelah beberapa bulan menggunakan feeding pump,kulit di sekitar button juga membaik, kemerahannya dan jaringan granulasinya jauh berkurang. Happy Tummy, happy boy!!



Perawatan  button memang butuh kesabaran dan banyak penyesuaian. Foto diatas saya ambil setelah Hafidz mandi, kassa yg basah harus saya ganti dengan kassa yang baru. Kassa saya lubangi tengah nya, sehingga kassa berada diantara button dan perut, mengelilingi button. Cairan yg keluar dari perut Hafidz akan diserap kassa untuk menjaga kulit tetap kering. Ini jadi semakin sulit akhir akhir ini mengingat Hafidz sudah semakin aktif, hanya tenang saat tidur dan di beri makan, tidak lama setelah makan sudah ingin bermain dan sering telungkup. Jika kulit sudah kemerahan dan jaringan granulasi nya timbul lagi, biasanya saya akan memberikan cream dan bubuk stomahesive yang dibubuhkan di sekitar perut Hafidz. Ini juga sangat membantu untuk mengurangi kemerahan di kulit sekitar button.

Button Hafidz juga pernah copot loh, wakti itu saya sangat panik sekali, karena saya sedang tidak dirumah. Saya ditelp orang tua, di telp sepertinya orang tua saya tidak terdengar panik. Saya saat itu sedang kerja, saya langsung minta izin untuk pulang. Sampai dirumah, Hafidz terlihat tenang tenang saja sambil bermain main sendiri dengan jari jari nya, tidak terlihat kesakitan sama sekali. Button nya sudah disimpan Mama di wadah yg bersih. Saya langsung melihat kondisi perut Hafidz. Perut Hafidz terlihat baik, tidak kembung, supel, dan Hafidz tidak kesakitan saat saya tekan. Lubang nya saya tututp dan kami langsung ke RS dekat rumah. Kami sangat bersyukur sekali, disetiap kesulitan Allah selalu berikan kemudahan, RS tidak jauh dari rumah, saat itu sore hari dan kebetulan sekali dokter bedah anak nya sedang praktek, Hafidz hanya perlu menunggu sebentar, jadi saya tidak terlalu khawatir terlewat jam makan Hafidz.

Ini adalah pengalaman pertama saya melihat Hafidz dipasang button. It was so painful, minor bleeding and quite difficult. Saat di Singapore, saya memang sudah pernah dijelaskan apa yang dapat terjadi kalau seandainya button lepas dan bagaimana memasangnya kembali, juga dijelaskan prosedur nya tidak perlu anestesi, dapat dilakukan diruang praktek biasa, memang sakit dan bisa berdarah. Saya hanya harus menguatkan diri dan harus sanggup melihat Hafidz kesakitan saat button nya di pasangkan. Button nya berhasil dipasang dengan baik, dan dirumah Hafidz sudah bisa langsung makan dengan biasa, Sebelum makan saya pastikan dulu Button benar benar telah terpasang dan bagian kepala jamurnya sudah masuk ke lambung. Saya Venting dulu lambung Hafid kemudian saya menguji dengan kertas lakmus apakah memang benar cairannya asam lambung atau tidak. Jika memang benar asam lambung, warna kertas lakmus berubah jadi biru. Untuk orang tua dengan anak yang masih makan dengan selang, kertas lakmus adalah must have item yang harus ada dirumah.

Button seharusnya tidak bisa terlepas. Setelah saya ingat ingat, mungkin ada hubungannya dengan kassa yang saya gunakan. Beberapa waktu sebelum nya, saya coba menambahkan kassa di perut Hafidz, yang biasanya hanya 1 buah kassa yang dilipat 2, saya mencoba untuk meletakkan 2 kassa yang di lipat jadi dua, sehingga terlihat seperti 4 lapis. Waktu itu saya ingin agar kemerahan di kulit Hafidz berkurang, Karena kassa nya terlalu tebal, agak sulit untuk memasukkan button nya sehingga harus sedikit di tarik dan diangkat, hasil nya memang kemerahan di kulit perut Hafidz berkurang, tapi ternyata hal itu yang membuat Button Hafidz pelan pelan jadi terangkat ke atas dan lama kelamaan copot. Untuk saat ini, saya hanya menggunakan 1 kassa, kemudian diatas nya saya lapisi dengan handuk kecil dan tipis dan dibalut dengan kain agar bisa menyerap rembesan nya. This way works so far, so I'm gonna stcik to this for now :)

Button Hafidz juga sudah pernah diganti. Untuk merk Bard Button, kami disarankan untuk mengganti tiap 1 tahun sekali. Awalnya kami berniat untuk membawa Hafidz ke Singapore untuk mengganti buttonnya. Dengan beberapa pertimbangan and some seemingly never ending conversation with my husband, we decided to just buy the button instead and had the Peds Surgeon at the local Hospital  to had it replaced. Dokternya kan memang sudah pernah memasangkan button Hafidz sebelumnya, jadi kami jadi lebih yakin. 

Thursday, February 12, 2015

Fighting Pneumonia

Setelah pulang dari Singapore, kondisi Hafidz masih belum pulih dengan baik. Lendir di saluran napas masih banyak, dan kami masih belum berani kasih susu terlalu banyak. ditambah saya sendiri juga lumayan kelelahan, kurang tidur, masih harus bangun tiap 3 jam untuk kasih Hafidz susu. Saya sangat bersyukur punya keluarga yang sangat mendukung kami, baik dari keluarg suami dan keluarga saya sendiri. Saya sering ditanya oleh teman teman, bagaiman dengan keluarga besar saya dan suami, apakah mereka mendukung dan menerima keadaan Hafidz? jujur saja itu justru pertanyaan yang tidak pernah sedikitpun terpikirkan oleh saya. Karena memamg sejak saya hamil dan melahirkan, tidak pernah terlihat ada sikap penolakan dan tidak menerima, justru yang sangat terasa sekali adalah: Apa yag bisa dilakukan? apalagi yang diperlukan? apa lagi yang kurang? semua langsung bantu dan menyelesaikan masalah nya. Sampai saat ini saya masih terharu kalau mengingat dukungan dan bantuan yang diberikan oleh keluarga dan teman teman saya dan suami (i need to post a thank you shout out one day!)

Balik kek cerita awal, Hafidz kembali sakit, sekitar 2 minggu setelah pulang dari Singapore, Hafidz demam tinggi, kurang aktif, kulit gak cerah, akhirnya Hafidz kembali dirawat karena pneumonia. Disinilah saat saat tersulit yang kami harus hadapi. Setiap Hafidz sakit, sebisa mungkin kami mengusahakan Hafidz di rawat dirumah dulu dengan pemberian obat-obatan oral, karena kalau harus dirawat, sulit sekali mencari akses vena Hafidz. Dan benar saja, sejak dari UGD, petugas medis memang sudah kesulitan mencarikan akses vena Hafidz. Saya terlebih dahulu menjelaskan ke petugas medis di UGD kalau akses vena Hafidz memang sulit dicari, terakhir dirawat di RS tsb, Hafidz harus di venaseksi. Petugas medis nya paham, sehingga mereka juga hanya mencoba mencari 2-3 kali, kemudian langsung menghubungi dokter bedah untuk tindakan venaseksi. Ini adalah tindakan venaseksi ketiga untuk Hafidz (lengan kiri, kaki kiri dan  kanan).

Awalnya Hafidz dirawat di ruangan biasa 3 hari, tp demam masih tinggi, lendir di saluran naps masih banyak, dan napas nya jadi tertahan, seperti periodik apneu. Hafidz akhirnya kembali dirawat diruangan intensif dan dipasang CPAP. Tidak lama setelah pasang CPAP, pernapasan Hafidz jadi lebih baik, kulit mulai lebih cerah, tapi Hafidz masih kelihatan lemah. Kami sepenuhnya mempercayakan pengobatan dan perawatan Hafidz ke tim medis yang juga sudah kami kenal, karena Hafidz juga pernah dirawat di sana sebelumnya, dan mereka masih ingat sama Hafidz, one thing that somehow calms me down a little. They are professional, and  i believe my son is in the good hands.

CPAP Baby


Permasalahan lain yang muncul kalau Hafidz sedang sakit adalah masalah Feeding. Untuk pemberian makan dengan selang, sebelum jam makan berikutnya saya harus cek dulu apakah lambung Hafidz sudah kosong atau masih ada sisa susu dari pemberian sebelumnya, istilah media nya "Residu", nama tindakan nya "Venting".  Residu kita cek sesaat sebelum pemberian makan/susu. Untuk kondisi Hafidz saya diajarkan residu tidak boleh melebihi 10% dari jumlah susu yang diberikan tiap 3 jam nya. Jika residu nya lebih dari 10%  maka jumlah susu yang akan diberikan selanjutnya harus dikurangi. Di post sebelumnya sudah saya perlihatkan selang khusus untuk menilai residu ini.

Setiap saya datang menjenguk Hafidz, perawat  nya melaporkan kalau Residu Hafidz memang banyak sehingga jumlah susu yang diberikan juga masih harus dikurangi. Ini juga ada hubungannya dengan penurunan kemampuan penyerapan lambung Hafidz, terutama saat sakit, jadi berkurang. konsekuensi lainnya, susu yang sudah di berikan sering merembes lagi melalui lubang gastrostomy Hafidz. Perban di sekitar gastrostomy jadi sering basah dan kulit sekitar jadi sangat memerah dan timbul jaringan Granulasi. Obat oles topikal hanya sedikit membantu. Kemudian, saya jadi teringat bagaimana pemberian makan saat Hafidz di rawat di RS di Singapore. Disana, ada alat yang dinamakan Feeding pump. Prinsip nya sama dengan alat Infusion Pump. Jadi susu bisa diberikan sedikit sedikit karena kita bisa mengatur kecepatan tetesan susu sehingga tidak seklaigus masuk ke perut Hafidz. Sayang nya memang alat ini jarang sekali saya lihat tersedia di RS tempat Hafidz perah dirawat di Indonesia, termasuk di RS tempat Hafidz di rawa sekarang.

Kemudian saya menanyakan ke Perawat apakah Hafidz bisa diberikan susu sedikit sedikit dengan alat lain, Syringe Pump. Syringe Pump adalah alat yang digunakan untuk mengatur kecepatan pemberian obat obat intravena. Jadi untuk kasus Hafidz, susu nya di masukkan ke dalam syringe 50 cc yang di letakkan ke dalam alat syringe pump, jadi susu yang masuk kelambung Hafidz tidak langsung dalam jumlah besar melainkan sediit demi sedikit dalam waktu beberapa jam. Saat saya kembali sore hari nya, saya senang sekali melihat Hafidz diberi susu dengan alat Syringe Pump, pemberian susu jadi lebih efektif, residu Hafidz jadi berkurang, dan perawat tidak perlu harus berdiri lama saat memberikan susu ke Hafidz tiap 3 jam, it's a win win solution :)... selang beberapa hari, kulit kemerahan juga berkurang dan jaringan granulasi nya membaik..

Hafidz di rawat di ruangan intensif selama  2 minggu. Selama itu saya rutin mengunjungi Hafidz 2 kali sehari, pagi dan sore. Saya tidak menunggui Hafidz di rumah sakit 24 jam. Ada beberapa pertimbangan. Pertama: dan paling utama: entah kenapa saya merasa yakin Hafidz akan baik baik saja. It's just this feeling.. kedua, saya berusaha sebisa mungkin dalam keadaan bersih dan sedang tidak sakit saat mengunjungi Hafidz. Jadi saya tidak mau berlama lama nongkrong di Rumah Sakit menunggu jam besuk. Di setiap rumah sakit pasti disediakan ruangan tempat keluarga berkumpul untuk menunggui keluarga nya yang sedang di rawat di Intensif. Tapi saya tidak mau menunggu disana. Dalam pikiran saya, saya akan berada di satu ruangan dengan orang yang saya tidak kenal, bagaimana kalau ternyata salah satunya ada yang flu dan saya bisa tertular. Lebih baik saya dirumah. Saya pastikan kondisi badan dan pakaian saya bersih sebelum ketemu Hafidz. Ketiga, petugas medis nya juga tidak mewajibkan saya untuk menunggui Hafidz dirumah sakit, disini saya juga jadi tambah yakin, Hafidz tidak dalam keadaan harus ditunggui keluarga. Rumah saya juga tidak jauh dari RS, hanya 10 menit dari rumah.

Ini adalah salah satu perjuangan Hafidz melawan pneumonia sejak lahir. Sebagian anak dengan CdLS mengalami permasalahan yang sama, infeksi Pneumonia juga salah satu penyebab kematian tertinggi anak anak dengan CdLS. And up until now, he is still fighting it, and he is fighting it strong! :)  

 



Wednesday, February 11, 2015

Code Blue

waduh ternyata post terakhir saya tahun 2013!! sudah lama sekali saya tidak update blog Hafidz. oke...saya coba ingat ingat dulu ya kejadian apa aja yang terlewatkan sampai skrg (februari 2015). terakhir saya post ttg Hafidz yang sakit saat saya coba kasih makan lewat mulut. Jd sakitnya berlanjut sampai lebih kurang 2 minggu,  memang tidak sampai dirawat, but it took him 2 rounds of antibiotics and 24/7 oxygen supply for 2 weeks, Nebs twice daily and a little bit manual suctioning here and there to really got him back on track.. it's pretty much an endless battle against pneumonia. as long as he is not well fed orally, Pneumonia is like a ghost that just waits its moment to show and just keeps haunting.. we're fighting it though, but im facing dilemma i cant even know how to break from it. one side i really want him to show some improvements in oral feeding with practice, but in the other side and most importantly of course i dont want him to get sick. teaching him to eat is sooo traumatizing to me (at least until now) so i decided to stop giving him oral feeding therapy for a while. i dont totally stop tasting food, i sometimes give him the experience of tasting, sensing and feel the texture of the food but it only in littlest amount possible.

 di akhir tahun 2013, sekitar 1 tahun setlah operasi gastrostomy, kami memutuskan untuk ke Singapore. tujuannya saat itu kami ingin tahu apakah button Hafidz masih terpasang dengan baik atau tidak. ukuran button juga harus disesuaikan dengan pertumbuhan anak, jd kami juga ingin tahu apakah harus ganti ukuran dan merk button nya sesuai dengan kondisi Hafidz. Kami sudah buat appointment lewat email ke RS tempat Hafidz dulu dioperasi ( KK Woman and children's Hospital). setelah jadwal nya fix, kami berangkat ke singapore via Batam. Hafidz dalam kondisi sehat, tidak demam, tidak banyak lendir di saluran napas. kami berangkat ke Batam dulu sekaligus mengunjungi nenek Hafidz kemudian baru lanjut ke Singapore esok hari, jd Hafidz ada waktu untuk istirahat.

travelling tentunya saat yang menantang. banyak yang harus dipersiapkan dan diperhitungkan. yang harus dipersiapkan untuk keperluan makan Hafidz: Susu, botol susu, perangkat cuci botol, alat makan(spuit dan selang makan), pil sterilisasi, beberapa obat lambung yang memang diberikan dari dokter untuk mebgurangi reflux. kami harus memperhitungkan berapa lama waktu di perjalanan, harus disesuaikan dengan jadwal makan Hafidz. kami mengusahakan selama diperjalanan perut Hafidz tidak boleh terlalu penuh untuk mencegah agar tidak reflux dan muntah. jd kami berikan Hafidz susu 10-20 cc tiap  1 jam saja. Selama di dalam pesawat untungnya tidak menemui kendala berarti. Hafidz justru menikmati perjalanan, seringnya malah ketawa di dalam pesawat dan di terminal bandara, mungkin karena melihat ruangan besar, banyak orang lalu lalang dan banyak lampu dimana mana. Jadi makin optimis Hafidz akan baik baik aja.

Esok harinya kami menuju ke Singapore, saya, suami, mertua dan Hafidz. Kami sampai di RS sesuai jadwal, tidak terlalu cepat dan tidak telat. Sambil nunggu saya lanjut ngasi Hafidz susu 20 cc. Tidak sampai 30 menit setelah dikasi susu, kami masuk ruang dokter. Dari pemeriksaannya, dokter berkesimpulan button Hafidz memang sebaik nya diganti. Tapi sayang nya waktu button nya tidak tersedia. Kami harus menunggu, karena button nya harus dipesan dulu, paling cepat 2 minggu sampai sebulan. untuk sementara, Hafidz masih memakai button yang lama.

Selama pertemuan dengan dokter, Hafidz saya gendong, dengan kondisi Hafidz setengah berbaring dan sibuk main sendiri sambil senyum senyum. Begitu saat kami mau pamit, saya berdiri sambil tetap gendong Hafidz, tiba tiba Hafidz terbatuk. Kali ini Hafid terbatuk, dan batuk nya terus menerus tidak berhenti. Dokter berusaha menidurkan Hafidz di meja periksa, menepuk nepuk punggung Hafidz tapi tidak berhasil, Hafidz tetap batuk, ujung jari tangan dan mulut mulai biru, tidak lama, Hafidz berhenti bernapas. Dokter dan perawat kemudian membawa Hafidz ke ruangan lain yg lebih luas. Kami sempat melihat Hafidz masih blm bernapas dan tidak bereaksi. Saya dan suami sangat khawatir dan berupaya saling menguatkan. Kami gak berhenti berdoa, dokter masih mengupayakan untuk meyelamatkan Hafidz, tidak lama saya mendengar suara Hafidz, memang sangat lemah tapi itu adalah suara tangisan Hafidz. Saya langsung lega, Hafidz sudah bernapas spontan. Tidak lama, rumah sakit mengumumkan Code Blue. Memang yang saya ingat begitu Hafidz berhenti napas, dokter langsung menugaskan salah satu perawat untuk ke operator supaya bisa mengumumkan Code Blue.

Kami mendengar operator mengumumkan code blue, saat itu kami menunggu tidak jauh dari ruang periksa Hafidz, kami kemudian didatangi  oleh dua orang Social worker bekerja di RS. Mereka menjelaskan bahwa bantuan untuk Hafidz sedang diupayakan maksimal, mereka berusaha menenagkan kami. Mereka menjelaskan, akan ada banyak orang yang akan berlarian ke ruangan Hafidz karena sudah diumumkan Code Blue, kami diminta untuk tetap di luar ruangan agar tidak mengganggu petugas medis.

Suami saya terlihat lemas sekali, tp kami optimis Hafidz akan baik baik saja karena sebelumnya kami sempat mendengar Hafidz menangis lemah. Dan benar, dalam hitungan detik, sekitar 10-20 petugas medis terdiri dari dokter dan perawat mendatangi ruangan Hafidz. Sekitar 25 menit setelah diumumkan code blue, dokter menjelaskan kondisi Hafidz. Alhamdulillah Hafidz sudah bernapas spontan, tapi terlihat lemah. Dokter memutuskan Hafidz harus dirawat, karena perlu memakai CPAP, dokter curiga cairan susu masuk ke paru. Hafidz dirawat satu malam, kondisi Hafidz memang terlihat lemah, sesekali menangis, tapi lebih banyak tertidur. Saya tinggal untuk menemani Hafidz sementara suami pulang ke Batam (RS hanya membolehkan satu orang untuk menemani Hafidz). Kami besoknya memutuskan untuk membawa Hafidz pulang, karena kami benar benar tidak siap. Kami hanya mempersiapkan diri untuk pertemuan rawat jalan biasa, jd kami tidak membawa persediaan cash yang banyak. pertimbangan lain, saya merasa kondisi Hafidz bisa dirawat di rumah karena kami juga sudah punya CPAP sendiri, kami bisa hemat biaya, karena jujur saja, even for a one night stay at the hospital, it was soooo expensive... >.< .

Kesimpulan sementara dokter: Saat saya berdiri sambil menggendong Hafidz dengan posisi yang tidak benar, ada reflux susu masuk ke saluran napas yang menyebabkan Hafidz tersedak batuk dan henti napas. Dokter memberi saran agar Hafidz tidak terlalu banyak bergerak terutama setelah makan, selalu mengangkat Hafidz dari posisi samping, dan sangat menganjurkan agar Hafidz punya continuous feeding pump.
 

So we took him home, Hafidz remained unwell for another 2 weeks, had rounds of Antibiotics, back on CPAP, and then later switched to binasal oxygen, and when he got better, we saw his smile back. Another reflux and penumonia issue, another strong little fighter survived from one of the toughest moment he has to experienced so far. So proud of my son that he came back from the code blue, gave us even stronger motivation and inspirations to stay strong and keep praying for the best. one of the hardest moment we will never forget

during that hectic time, we didnt get a chance to take a pic (i wouldnt even have power to do so), it happened so fast. I had a pic if him getting bored while we were waiting for our ferry to Singapore, few hours before the "Code Blue" (from my IG Collection,lol)



bosan nungguin ferry kelamaan :)