Wednesday, February 11, 2015

Code Blue

waduh ternyata post terakhir saya tahun 2013!! sudah lama sekali saya tidak update blog Hafidz. oke...saya coba ingat ingat dulu ya kejadian apa aja yang terlewatkan sampai skrg (februari 2015). terakhir saya post ttg Hafidz yang sakit saat saya coba kasih makan lewat mulut. Jd sakitnya berlanjut sampai lebih kurang 2 minggu,  memang tidak sampai dirawat, but it took him 2 rounds of antibiotics and 24/7 oxygen supply for 2 weeks, Nebs twice daily and a little bit manual suctioning here and there to really got him back on track.. it's pretty much an endless battle against pneumonia. as long as he is not well fed orally, Pneumonia is like a ghost that just waits its moment to show and just keeps haunting.. we're fighting it though, but im facing dilemma i cant even know how to break from it. one side i really want him to show some improvements in oral feeding with practice, but in the other side and most importantly of course i dont want him to get sick. teaching him to eat is sooo traumatizing to me (at least until now) so i decided to stop giving him oral feeding therapy for a while. i dont totally stop tasting food, i sometimes give him the experience of tasting, sensing and feel the texture of the food but it only in littlest amount possible.

 di akhir tahun 2013, sekitar 1 tahun setlah operasi gastrostomy, kami memutuskan untuk ke Singapore. tujuannya saat itu kami ingin tahu apakah button Hafidz masih terpasang dengan baik atau tidak. ukuran button juga harus disesuaikan dengan pertumbuhan anak, jd kami juga ingin tahu apakah harus ganti ukuran dan merk button nya sesuai dengan kondisi Hafidz. Kami sudah buat appointment lewat email ke RS tempat Hafidz dulu dioperasi ( KK Woman and children's Hospital). setelah jadwal nya fix, kami berangkat ke singapore via Batam. Hafidz dalam kondisi sehat, tidak demam, tidak banyak lendir di saluran napas. kami berangkat ke Batam dulu sekaligus mengunjungi nenek Hafidz kemudian baru lanjut ke Singapore esok hari, jd Hafidz ada waktu untuk istirahat.

travelling tentunya saat yang menantang. banyak yang harus dipersiapkan dan diperhitungkan. yang harus dipersiapkan untuk keperluan makan Hafidz: Susu, botol susu, perangkat cuci botol, alat makan(spuit dan selang makan), pil sterilisasi, beberapa obat lambung yang memang diberikan dari dokter untuk mebgurangi reflux. kami harus memperhitungkan berapa lama waktu di perjalanan, harus disesuaikan dengan jadwal makan Hafidz. kami mengusahakan selama diperjalanan perut Hafidz tidak boleh terlalu penuh untuk mencegah agar tidak reflux dan muntah. jd kami berikan Hafidz susu 10-20 cc tiap  1 jam saja. Selama di dalam pesawat untungnya tidak menemui kendala berarti. Hafidz justru menikmati perjalanan, seringnya malah ketawa di dalam pesawat dan di terminal bandara, mungkin karena melihat ruangan besar, banyak orang lalu lalang dan banyak lampu dimana mana. Jadi makin optimis Hafidz akan baik baik aja.

Esok harinya kami menuju ke Singapore, saya, suami, mertua dan Hafidz. Kami sampai di RS sesuai jadwal, tidak terlalu cepat dan tidak telat. Sambil nunggu saya lanjut ngasi Hafidz susu 20 cc. Tidak sampai 30 menit setelah dikasi susu, kami masuk ruang dokter. Dari pemeriksaannya, dokter berkesimpulan button Hafidz memang sebaik nya diganti. Tapi sayang nya waktu button nya tidak tersedia. Kami harus menunggu, karena button nya harus dipesan dulu, paling cepat 2 minggu sampai sebulan. untuk sementara, Hafidz masih memakai button yang lama.

Selama pertemuan dengan dokter, Hafidz saya gendong, dengan kondisi Hafidz setengah berbaring dan sibuk main sendiri sambil senyum senyum. Begitu saat kami mau pamit, saya berdiri sambil tetap gendong Hafidz, tiba tiba Hafidz terbatuk. Kali ini Hafid terbatuk, dan batuk nya terus menerus tidak berhenti. Dokter berusaha menidurkan Hafidz di meja periksa, menepuk nepuk punggung Hafidz tapi tidak berhasil, Hafidz tetap batuk, ujung jari tangan dan mulut mulai biru, tidak lama, Hafidz berhenti bernapas. Dokter dan perawat kemudian membawa Hafidz ke ruangan lain yg lebih luas. Kami sempat melihat Hafidz masih blm bernapas dan tidak bereaksi. Saya dan suami sangat khawatir dan berupaya saling menguatkan. Kami gak berhenti berdoa, dokter masih mengupayakan untuk meyelamatkan Hafidz, tidak lama saya mendengar suara Hafidz, memang sangat lemah tapi itu adalah suara tangisan Hafidz. Saya langsung lega, Hafidz sudah bernapas spontan. Tidak lama, rumah sakit mengumumkan Code Blue. Memang yang saya ingat begitu Hafidz berhenti napas, dokter langsung menugaskan salah satu perawat untuk ke operator supaya bisa mengumumkan Code Blue.

Kami mendengar operator mengumumkan code blue, saat itu kami menunggu tidak jauh dari ruang periksa Hafidz, kami kemudian didatangi  oleh dua orang Social worker bekerja di RS. Mereka menjelaskan bahwa bantuan untuk Hafidz sedang diupayakan maksimal, mereka berusaha menenagkan kami. Mereka menjelaskan, akan ada banyak orang yang akan berlarian ke ruangan Hafidz karena sudah diumumkan Code Blue, kami diminta untuk tetap di luar ruangan agar tidak mengganggu petugas medis.

Suami saya terlihat lemas sekali, tp kami optimis Hafidz akan baik baik saja karena sebelumnya kami sempat mendengar Hafidz menangis lemah. Dan benar, dalam hitungan detik, sekitar 10-20 petugas medis terdiri dari dokter dan perawat mendatangi ruangan Hafidz. Sekitar 25 menit setelah diumumkan code blue, dokter menjelaskan kondisi Hafidz. Alhamdulillah Hafidz sudah bernapas spontan, tapi terlihat lemah. Dokter memutuskan Hafidz harus dirawat, karena perlu memakai CPAP, dokter curiga cairan susu masuk ke paru. Hafidz dirawat satu malam, kondisi Hafidz memang terlihat lemah, sesekali menangis, tapi lebih banyak tertidur. Saya tinggal untuk menemani Hafidz sementara suami pulang ke Batam (RS hanya membolehkan satu orang untuk menemani Hafidz). Kami besoknya memutuskan untuk membawa Hafidz pulang, karena kami benar benar tidak siap. Kami hanya mempersiapkan diri untuk pertemuan rawat jalan biasa, jd kami tidak membawa persediaan cash yang banyak. pertimbangan lain, saya merasa kondisi Hafidz bisa dirawat di rumah karena kami juga sudah punya CPAP sendiri, kami bisa hemat biaya, karena jujur saja, even for a one night stay at the hospital, it was soooo expensive... >.< .

Kesimpulan sementara dokter: Saat saya berdiri sambil menggendong Hafidz dengan posisi yang tidak benar, ada reflux susu masuk ke saluran napas yang menyebabkan Hafidz tersedak batuk dan henti napas. Dokter memberi saran agar Hafidz tidak terlalu banyak bergerak terutama setelah makan, selalu mengangkat Hafidz dari posisi samping, dan sangat menganjurkan agar Hafidz punya continuous feeding pump.
 

So we took him home, Hafidz remained unwell for another 2 weeks, had rounds of Antibiotics, back on CPAP, and then later switched to binasal oxygen, and when he got better, we saw his smile back. Another reflux and penumonia issue, another strong little fighter survived from one of the toughest moment he has to experienced so far. So proud of my son that he came back from the code blue, gave us even stronger motivation and inspirations to stay strong and keep praying for the best. one of the hardest moment we will never forget

during that hectic time, we didnt get a chance to take a pic (i wouldnt even have power to do so), it happened so fast. I had a pic if him getting bored while we were waiting for our ferry to Singapore, few hours before the "Code Blue" (from my IG Collection,lol)



bosan nungguin ferry kelamaan :)

 

No comments:

Post a Comment