Thursday, February 12, 2015

Fighting Pneumonia

Setelah pulang dari Singapore, kondisi Hafidz masih belum pulih dengan baik. Lendir di saluran napas masih banyak, dan kami masih belum berani kasih susu terlalu banyak. ditambah saya sendiri juga lumayan kelelahan, kurang tidur, masih harus bangun tiap 3 jam untuk kasih Hafidz susu. Saya sangat bersyukur punya keluarga yang sangat mendukung kami, baik dari keluarg suami dan keluarga saya sendiri. Saya sering ditanya oleh teman teman, bagaiman dengan keluarga besar saya dan suami, apakah mereka mendukung dan menerima keadaan Hafidz? jujur saja itu justru pertanyaan yang tidak pernah sedikitpun terpikirkan oleh saya. Karena memamg sejak saya hamil dan melahirkan, tidak pernah terlihat ada sikap penolakan dan tidak menerima, justru yang sangat terasa sekali adalah: Apa yag bisa dilakukan? apalagi yang diperlukan? apa lagi yang kurang? semua langsung bantu dan menyelesaikan masalah nya. Sampai saat ini saya masih terharu kalau mengingat dukungan dan bantuan yang diberikan oleh keluarga dan teman teman saya dan suami (i need to post a thank you shout out one day!)

Balik kek cerita awal, Hafidz kembali sakit, sekitar 2 minggu setelah pulang dari Singapore, Hafidz demam tinggi, kurang aktif, kulit gak cerah, akhirnya Hafidz kembali dirawat karena pneumonia. Disinilah saat saat tersulit yang kami harus hadapi. Setiap Hafidz sakit, sebisa mungkin kami mengusahakan Hafidz di rawat dirumah dulu dengan pemberian obat-obatan oral, karena kalau harus dirawat, sulit sekali mencari akses vena Hafidz. Dan benar saja, sejak dari UGD, petugas medis memang sudah kesulitan mencarikan akses vena Hafidz. Saya terlebih dahulu menjelaskan ke petugas medis di UGD kalau akses vena Hafidz memang sulit dicari, terakhir dirawat di RS tsb, Hafidz harus di venaseksi. Petugas medis nya paham, sehingga mereka juga hanya mencoba mencari 2-3 kali, kemudian langsung menghubungi dokter bedah untuk tindakan venaseksi. Ini adalah tindakan venaseksi ketiga untuk Hafidz (lengan kiri, kaki kiri dan  kanan).

Awalnya Hafidz dirawat di ruangan biasa 3 hari, tp demam masih tinggi, lendir di saluran naps masih banyak, dan napas nya jadi tertahan, seperti periodik apneu. Hafidz akhirnya kembali dirawat diruangan intensif dan dipasang CPAP. Tidak lama setelah pasang CPAP, pernapasan Hafidz jadi lebih baik, kulit mulai lebih cerah, tapi Hafidz masih kelihatan lemah. Kami sepenuhnya mempercayakan pengobatan dan perawatan Hafidz ke tim medis yang juga sudah kami kenal, karena Hafidz juga pernah dirawat di sana sebelumnya, dan mereka masih ingat sama Hafidz, one thing that somehow calms me down a little. They are professional, and  i believe my son is in the good hands.

CPAP Baby


Permasalahan lain yang muncul kalau Hafidz sedang sakit adalah masalah Feeding. Untuk pemberian makan dengan selang, sebelum jam makan berikutnya saya harus cek dulu apakah lambung Hafidz sudah kosong atau masih ada sisa susu dari pemberian sebelumnya, istilah media nya "Residu", nama tindakan nya "Venting".  Residu kita cek sesaat sebelum pemberian makan/susu. Untuk kondisi Hafidz saya diajarkan residu tidak boleh melebihi 10% dari jumlah susu yang diberikan tiap 3 jam nya. Jika residu nya lebih dari 10%  maka jumlah susu yang akan diberikan selanjutnya harus dikurangi. Di post sebelumnya sudah saya perlihatkan selang khusus untuk menilai residu ini.

Setiap saya datang menjenguk Hafidz, perawat  nya melaporkan kalau Residu Hafidz memang banyak sehingga jumlah susu yang diberikan juga masih harus dikurangi. Ini juga ada hubungannya dengan penurunan kemampuan penyerapan lambung Hafidz, terutama saat sakit, jadi berkurang. konsekuensi lainnya, susu yang sudah di berikan sering merembes lagi melalui lubang gastrostomy Hafidz. Perban di sekitar gastrostomy jadi sering basah dan kulit sekitar jadi sangat memerah dan timbul jaringan Granulasi. Obat oles topikal hanya sedikit membantu. Kemudian, saya jadi teringat bagaimana pemberian makan saat Hafidz di rawat di RS di Singapore. Disana, ada alat yang dinamakan Feeding pump. Prinsip nya sama dengan alat Infusion Pump. Jadi susu bisa diberikan sedikit sedikit karena kita bisa mengatur kecepatan tetesan susu sehingga tidak seklaigus masuk ke perut Hafidz. Sayang nya memang alat ini jarang sekali saya lihat tersedia di RS tempat Hafidz perah dirawat di Indonesia, termasuk di RS tempat Hafidz di rawa sekarang.

Kemudian saya menanyakan ke Perawat apakah Hafidz bisa diberikan susu sedikit sedikit dengan alat lain, Syringe Pump. Syringe Pump adalah alat yang digunakan untuk mengatur kecepatan pemberian obat obat intravena. Jadi untuk kasus Hafidz, susu nya di masukkan ke dalam syringe 50 cc yang di letakkan ke dalam alat syringe pump, jadi susu yang masuk kelambung Hafidz tidak langsung dalam jumlah besar melainkan sediit demi sedikit dalam waktu beberapa jam. Saat saya kembali sore hari nya, saya senang sekali melihat Hafidz diberi susu dengan alat Syringe Pump, pemberian susu jadi lebih efektif, residu Hafidz jadi berkurang, dan perawat tidak perlu harus berdiri lama saat memberikan susu ke Hafidz tiap 3 jam, it's a win win solution :)... selang beberapa hari, kulit kemerahan juga berkurang dan jaringan granulasi nya membaik..

Hafidz di rawat di ruangan intensif selama  2 minggu. Selama itu saya rutin mengunjungi Hafidz 2 kali sehari, pagi dan sore. Saya tidak menunggui Hafidz di rumah sakit 24 jam. Ada beberapa pertimbangan. Pertama: dan paling utama: entah kenapa saya merasa yakin Hafidz akan baik baik saja. It's just this feeling.. kedua, saya berusaha sebisa mungkin dalam keadaan bersih dan sedang tidak sakit saat mengunjungi Hafidz. Jadi saya tidak mau berlama lama nongkrong di Rumah Sakit menunggu jam besuk. Di setiap rumah sakit pasti disediakan ruangan tempat keluarga berkumpul untuk menunggui keluarga nya yang sedang di rawat di Intensif. Tapi saya tidak mau menunggu disana. Dalam pikiran saya, saya akan berada di satu ruangan dengan orang yang saya tidak kenal, bagaimana kalau ternyata salah satunya ada yang flu dan saya bisa tertular. Lebih baik saya dirumah. Saya pastikan kondisi badan dan pakaian saya bersih sebelum ketemu Hafidz. Ketiga, petugas medis nya juga tidak mewajibkan saya untuk menunggui Hafidz dirumah sakit, disini saya juga jadi tambah yakin, Hafidz tidak dalam keadaan harus ditunggui keluarga. Rumah saya juga tidak jauh dari RS, hanya 10 menit dari rumah.

Ini adalah salah satu perjuangan Hafidz melawan pneumonia sejak lahir. Sebagian anak dengan CdLS mengalami permasalahan yang sama, infeksi Pneumonia juga salah satu penyebab kematian tertinggi anak anak dengan CdLS. And up until now, he is still fighting it, and he is fighting it strong! :)  

 



No comments:

Post a Comment