Wednesday, September 13, 2017

Melawan Jetlag

Sudah 5 hari di Nottingham. Jadwal tidur masih belum sesuai. Karena jam Nottingham munfur 6 jam dari WIB, Ihsan biasanya udah tidur mulai dari jam 2 atau 3 waktu disini. Trus terbangun jam 1 atau 2 dini hari dengan mata terang senyum lebar ready to play!

Cuaca di sini sekarang windy dan sering tiba tiba hujan gerimis, jarang jarang nya sunny. Pas Sunny, langsung ambil kesempatan. Akhirnya kmaren sore kita coba untuk membuat Ihsan tetap bangun, kita bawa Ihsan jalan jalan keliling hotel, yang lokasi nya sudah di dalam kompleks kampus. And it worked! Akhirnya Ihsan baru tidur jam 6 sore (disini waktu Maghrib nya jam 7.30-an) dan baru bangun lagi waktu Subuh (jam 5.30-an)..
Semoga gak berubah lagi deh jadwal tidur nya. Good job, Ihsan!
here are some pics we took yesterday (found a wild apple tree just on the right side of  the path, but too high to pick some fruits hehhe)
muka serius melawan ngantuk :)

autumn colours starting to show :)



one of the greenest campus in the world :)


Tuesday, September 12, 2017

First days in Nottingham

Yay!akhirnya sampai juga ke negara impian, UK.
Jet lag? Tentu. Dengan perbedaan waktu 6 jam mundur dari WIB, 3 hari pertama masih melepas lelah, dan masih ikut jadwal tidur di Indonesia. Siang/sore di Nottingham (malam di Indonesia) sudah ngantuk dan terbangun tengah malam. Sempat juga salah kiblat karena harus cari arah timur (119 derjat), yang biasanya di Indonesia, kalo kiblat harus cari arah barat. Banyak penyesuaian, tapi harus dibiasakan.
Kami sementara tinggal di hotel dulu, nungguin ayah nya Ihsan cari cari rumah. Urus sewa dirumah sini tidak semudah ada uang ada rumah. Harus ketemu agen, janjian sama agen liat rumah nya, trus baru isi aplikasi. Belum lagi kalo ada orang lain yang juga minat dengan rumah yang kita mau sewa. Siapa yang dapat tergantung dari landlord, sang punya rumah mau nyewain rumah nya ke siapa.
Jadi Saya dan Ihsan pretty much habiskan waktu di hotel dan keliling sekitar taman hotel saja. Hotel nya sudah terletak tidak jauh dari kampus, dan taman tamannya bagus sekali.
Saya dan Ihsan suka keliling main di taman kalau tidak hujan. It's UK, and rainy or shower is very much normal, jadi begitu ada matahari, jangan disia-siakn. So whenever it's sunny, it's time to out and about!!

Suhu di awal bulan September berkisar 10-17 derjat. Siang hari adalah suhu terpanas. Sebenarnya saya ingin sekali selalu ajak Ihsan jalan jalan di luar, tapi anginnya lumayan kencang, dan hujan tidak bisa diprediksi. Meski begitu Ihsan harus tetap pelan pelan dikenalkan dengan suhu dingin karena semakin mendekati musim dingin suhu akan lebih rendah. Untuk pakaian, sebaiknya tidak usah beli banyak di Indonesia, cukup siapkan 1 stel (dari kupluk hingga sepatu), selebihnya beli di Nottingham saja, tidak mahal dan banyak pilihan.

Waktu masih di Indonesia saya sempat ragu stroller mau dibawa atau tidak. Teman menyarankan agar tidak dibawa, karena kalo musim salju, roda pada stroller yang kebanyakan di jual di Indonesia tidak cocok dan biasanya licin. Jadi kalo mau pake stroller, beli di UK saja. Namun sayangnya, dari cerita yang kami dapat dari penduduk lokal yang sudah puluhan tahun tinggal di Nottingham, sudah 3 tahun belakangan salju tidak turun di Nottingham, disebabkan Global Warming :(. Kalau mau lihat salju, harus pergi ke daerah lebih utara.

Di hotel kami sudah mulai MPASI Ihsan, deg-degan dan namanya masih belajar, tidak ada yang dipaksakan. Semoga Ihsan makin pintar dan mau makan ya, Nak!






Persiapan Terbang Bayi 6 bulan

Sejak tahu Ihsan dan saya akan ikut ayah nya sekolah ke Inggris, persiapan keperluan Ihsan pun kami mulai. Salah satu yang kami antisipasi adalah bagaimana Ihsan bisa nyaman selama perjalanan yang memakan waktu hampir 20 jam.
Kami berangkat dari Pekanbaru, dan menginap 1 malam di Jakarta agar Ihsan bisa istirahat. Untuk penerbangan internasional ini, kami sengaja pilih penerbangan malam. Karena Ihsan termasuk bayi yang tidur di sepanjang malam. Biasanya sudah mulai tidur sejak jam 8 malam hingga subuh. Kami juga harus memilih tempat kami akan mendarat. Kami tidak pilih mendarat di London karena masih lumayan jauh ke Nottingham (4 jam dengan kendaraan).
So, kami pilih mendarat di Manchester yang jaraknya kurang lebih 1,5 jam saja dari Nottingham. Untuk maskapai, Kami memilih naik Emirates. Beberapa pertimbangan nya adalah:
- Emirates termasuk maskapai yang memberikan bagasi yang besar, 30 kg per orang. Ditambah ekstra 10 kg untuk bayi. Jadi total kami bertiga bisa 70 kg. Meski begitu, 1 koper berat nya tidak boleh lebih dari 32 kg. Awalnya kami bawa 2 koper dengan berat diatas 32 kg, akhirnya di Jkt beli koper yang lebih kecil dan susun ulang, menjadi 3 koper dengan berat masing berkisar 20-21 kg.
- Saya dan suami punya bucket list kalo soal naik pesawat hehehe. Suami ingin naik Dreamliner dengan segala fitur sayap nya yang canggih, sementara saya ingin naik airbus a380 yang super gede. (maklum ndeso hehehe). Dan pas sekali, Jkt-Dubai pesawat nya dreamliner, Dubai-Manchester pesawat nya Airbus. and it was an amazing experience!. Bener bener bisa lihat sayap Dreamliner yang lebih tinggi when flying and move when turbulence :D
- Emirates menyediakan stroller selama di terminal yang sangat gede dan luas sekali itu, bisa digunakan sampai waktu boarding.

Semua penerbangan Internasional akan menyediakan Bassinet (tempat tidur) untuk bayi. Jangan lupa diingatkan saat check-in atau saat membeli tiket. Ukuran bassinet nya cukup lebar, Ihsan yang berumur 6 bulan bisa tidur dengan nyaman.

Ihsan biasanya tidur dalam suasana gelap, jadi untuk mengakali cahaya dari monitor dan kabin selama di pesawat, kami order Cover untu Bassinet yang sudah di setujui untuk digunakan didalam pesawat oleh beberapa maskapai, termasuk Emirates. Cozigo cover ini sangat membantu menciptakan suasana gelap untuk Ihsan tidur. Saya dan suami jadi bisa ikut curi curi waktu tidur.
Cover nya juga bisa dipake di stroller hampir semua merk karena ukuran nya standar, panjang pendek nya bisa disesuaikan.

Saya pernah menggunakan cozigo ini saat jalan ke mall, jadi Ihsan bisa tidur tanpa terganggu silau cahaya terang di mall, saya bisa makan santai :)

Ihsan saat terbang masih ASI eksklusif, jadi saya belum repot mempersiapan makanannya. Saya susui Ihsan on demand dan Alhamdulillah perjalanan lancar. Sebaiknya tetap bawa selimut sendiri untuk jaga jaga.

bassinet 
Bassinet cover

Fasilitas stroller di terminal Dubai

Cozigo on stroller



Monday, September 11, 2017

Persiapan urus visa dependant ke UK

Persiapan yang paling penting adalah dokumen. Saya dan suami bagi tugas. Untuk persiapan dokumen, dibantu oleh agen, agar tidak ada yang terlewat. Kami diberikan list dokumen apa saja yang perlu dipersiapkan. Dokumen saya dan Ihsan selaku dependant juga harus lengkap. Berikut adalah dokumen yang saya siapkan:

1. Paspor Saya dan Ihsan (jika ada paspor lama, disertakan)
2. Akte Kelahiran Ihsan 
3. Akte Kelahiran Saya. Setelah cari sana sini, akte saya tidak ketemu (saya dulu ikut orang tua yang beberapa kali pindah kota (pekanbaru, batam, medan, lombok, padang) jadi mungkin tercecer. Untungnya saya masih menemukan fotokopi akte kelahiran saya. Jadi mulai lah saya urus akte saya yang hilang. Dimulai dari urus surat hilang ke polisi. Kemudian saya urus ke kelurahan dengan membawa surat keterangan hilang dari polisi, ktp, KK, fotokopi akte kelahiran, fotokopi buku nikah orang tua, dan foto kopi buku nikah saya sendiri. Dari kelurahan saya membawa formulir yang diberikan kekecamatan. Dijanjikan akte akan selesai dalam sebulan. Salah satu keuntungan pengurusan akte saya adalah: saya akan mendapatkan akte baru yang sudah ada tulisan bahasa inggris nya sehingga tidak perlu diterjemahkan. 
FYI, bagi yang akte kelahiran nya belum ada tulisan bahasa inggris nya (kelahiran tahun 80-an seperti saya hehehe), ada baiknya di ganti dari sekarang, Silahkan menghubungi Disdukcapil daerah masing masing. 
4. Kartu Keluarga asli dan terjemahan. Dokumen yang diperlukan seluruh nya harus ada versi bahasa inggris nya (kecuali KTP). Sehingga KK, akte kelahiran, ijazah suami harus diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Harus di lakukan oleh sworn translator (penerjemah tersumpah). Membuat terjemahan ini lumayan makan waktu, buuth paling cepat seminggu. Jadi bagi yang ingin urus visa UK untuk dependamt, sebaiknya di terjemhkan jauh hari. 
Saya sendiri kesulitan mencari sworn translator di Pekanbaru. Awalnya saya Google dan mencoba menghubungi sowrn translator yang ada di Pekanbaru, namun tidak berhasil. Menurut info ada sworn translator di Universitas Riau, setelah saya kesana ternyata sudah tidak lagi bekerja di UNRI.
Akhirnya diterjemahkan oleh sworn translator yang ada di Jakarta

5. Buku Nikah. Buku Nikah saya kebetulan sudah ada tulisan bahasa Inggris nya jadi lumayan hemat biaya translator :). Biaya translator lumayan, ada yang hitung perhalaman, ada yang hitung per kata. 

6. Bank Statement/Bank Refference. Urusnya tidak sulit. Kebetulan saya mengurus di Bank Mandiri Pekanbaru. CS nya sudah paham dan langsung isi formulir, kemudian tunggu 2-3 hari sampai bank statementnya bisa diambil. (Karena saya buka tabungan di Padang, dan mereka harus menghubungi kantor Padang terlebih dahuluuntuk menerbitkan Bank Statement ini), Sebelum diterbitkan, kita akan dapat telpon konfirmasi dari Bank yang bersangkutan. Jadi stand bye HP siap siap dihubungi ya 

7. Rekening Koran 3 bulan sebelum pengurusan visa. Nah, disini yang suka bikin tersendat, dan akhirnya anak istri gak bisa sekalian ikut sang ayah ke UK bersamaan. Karena kita adalag dependant yang akan tinggal di UK selama si mahasiswa sekolah, maka di tabungan kita harus ada sejumlah uang tertentu agar pihak UK yakin kita selama disana punya biaya hidup. Dan itu merupakan saldo yang mengendap selama 3 bulan. (Misal harus ada uang 100 juta, maka selama 3 bulan di tabungan harus ada uang minimal 100 juta, baru kemudian bisa dicetak rekening korannya). Saya lupa berapa tepat nya, udah dihitung sama suami :D

8. Mengisi formulir Dependant dengan sejujurnya, tidak boleh ada manipulasi data maupun dokumen. Sebaiknya jujur jika ada dokumen yang tidak lengkap, karena jika ketahuan tidak benar, visa bisa ditolak. 

9. Sertifikat Bebas TB (TBC)
Saya, suami dan Ihsan harus punya sertifikat bebas TBC (persyaratan wajib urus visa UK untuk tier 4 dan dependant). Sertifikat ini akan di keluarkan oleh RS yang ditunjuk oleh embassy UK. Saya urus visa bulan Mei 2017, saat itu RS yang bisa mengeluarkan sertifikat nya di JKT ada 2, RS Premier Bintaro dan RS Premiere Jatinegara. Karena kami dari Pekanbaru, maka saya terlebih dahulu kirim email untuk buat jadwal appointment. Agar tidak bolak balik Pekanbaru-Jkt, saya buat appointment yang tidak jauh jaraknya dari jadwal wawancara visa. Cara booking appointment juga mudah, hanya melalui email dan nama kita akan tercantum di jadwal yang diinginkan. Sertfikat Bebas TB ini dapat diambil 1 hari setelah pemeriksaan. Syarat syarat nya: Fotokopi KK, KTP, Paspor dan melampirkan pas foto 4x6 2 lembar latar belakang biru. Untuk Ihsan tambahannya harus bawa akte kelahiran. Masing2 dokumen di foto kopi. 

Semoga info nya bermanfaat ya, buat yang ingin bawa keluarga. Dalam pengurusan visa yang paling penting adalah persiapan yang detail dan teliti. Jangan sampai ada dokumen yang missed.




New Journey

Days are filled with endless thankful feeling and joy. Ihsan brings happiness to our little family
Kami mulai menata hati, menata diri, sort out priority, kembali merencanakan hal hal baru kedepan.

Suami masih bekerja di luar kota. Kami sudah merencanakan, jika Ihsan sudah lahir dan sudah aman untuk dibawa naik pesawat, saya ingin pindah ke Lampung ikut suami. Karena kami sendiri sudah 5 tahun hidup di kota yang berbeda. Jadi kesempatan bisa berkumpul tidak ingin kami lewatkan, walaupun nantinya akan tinggal didaerah yang jauh dari pusat kota Lampung, namun niat baik ini ingin tetap kami lanjutkan.

Setelah Ihsan lahir, saya minta ditemankan suami untuk ziarah ke makam Hafidz (selama hamil, saya tidak pernah ziarah). Saya ingat sore itu, saya hanya berdua dengan suami, berjalan kaki menuju pemakaman karena tidak jauh dari rumah. Di perjalanan kami ngobrol seperti biasa, sesekali bercanda hingga tidak terasa sudah sampai ke pemakaman. Walaupun sudah berbulan-bulan sejak ditinggal Hafidz, Ihsan sudah lahir, dan sudah banyak kebahagiaan yang saya alami, tetap saja air mata tidak terbendung saat melihat nisan anak yang disayang. Semoga Allah memasukkan Hafidz ke surga terindah, bermain bersama Nabi Ibrahim Alaihi Salam, dan menunggu Ibuk dan Ayah di pintu surga, aaamin.

Hari itu juga suami sudah harus kembali berangkat ke Lampung, setelah cuti. dan saya ingat, tepat di hari itu, suami mengabarkan bahwa ia akan University of Nottingham telah menerima nya menjadi salah satu mahasiswa program master melalui email. Rasa bahagia campur haru tidak bisa saya gambarkan saat suami minta saya dan Ihsan ikut untuk menemani beliau sekolah.
Ini adalah kesempatan kami berkumpul kembali, kesempatan seorang ayah agar dapat melihat pertumbuhan dan perkembangan anak sendiri secara langsung (hal yang tidak kami alami sebelumnya), tidak lagi hanya mendengar lewat telepon atau video call.

Sungguh Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Maka Nikmat Allah mana lagi yang kami dustakan?

Saya hanya pernah membayangkan ikut suami yang bekerja di salah satu pelosok kota Lampung, namun Allah beri kami kesempatan berkumpul di salah satu negara ciptaan-Nya yang indah.

Baby number 2, hamil resiko tinggi

Saat mengetahui saya hamil anak kedua, perasaan saya sungguh bahagia. Sudah membayangkan anak kedua yang kelak akan menjadi teman main Hafidz. Sudah banyak impian impian di kepala. Sudah sering berbicara dengan Hafidz, dia akan jadi abang, punya adik yang bisa diajak main. Saya yakin Hafidz pasti senang karena Hafidz suka sekali memperhatikan jika ada anak anak main kerumah dan suka senyum senyum sendiri.

But then Allah took him, because Allah wanted him to play not here, not with us. Allah wanted Hafidz to play in heaven, the most beautiful place anyone could ever ask for. Allah knows it's the best for him. And Allah wants him to free from the pain and 'disability'. 

Dalam kesedihan, harus berusaha kuat untuk menjaga kehamilan. Minggu minggu trimester awal sangat berat. Karena masih bersedih dan susah tidur, saya sering merasa lelah. Dokter kemudian meresepkan saya obat penguat rahim, obat mual dan obat lambung. 
Mual muntah yang saya rasakan tidak seberat kehamilan pertama. Sehingga obat muntah dan lambung tidak lama saya konsumsi

Ada 2 kekhawatiran saya saat hamil anak kedua ini:
1. Riwayat kehamilan pertama saya yang mengalami Preeklampsia Berat saat Hamil kandungan menjelang 28 minggu. Untuk itu saat hamil kedua ini saya termasuk ibu dengan kehamilan resiko tinggi. Untuk itu saya jelaskan semua nya kepada dokter kandungan. Dokter kemudian memberikan saya aspilet, yang menurut penelitian berperan dalam mengurangi angka kejadian PEB berulang. Bisa di baca selengkap nya di sini http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44703/1/9789241548335_eng.pdf
dokter menganjurkan Aspilet ini saya konsumsi hingga menjelang 2 minggu sebelum melahirkan. 

2. Meskipun kehamilan sebelumnya berjarak 5 tahun, (Hafidz lahir Januari 2012), apakah saya bisa melahirkan secara normal? maka jawabannya tidak. Jawaban ini saya dapat kan dari semua dokter kandungan yang pernah saya mintakan pendapat nya. Ini adalah karena riwayat PEB saya. Bahkan ada beberapa rumah sakit yang SOP nya yang menjadikan riwayat PEB sebagai kontraindikasi absolut persalinan normal. Ada juga dokter yang secara sopan dan halus mengingatkan saya, bahwa kehamilan ini adalah kehamilan 'mahal dan berharga', maka kita harus mencari tindakan mana yang resiko nya lebih rendah 

3. Apakah ada kemungkinan saya kembali melahirkan anak dengan Cornelia de Lange Syndrome? Pertama harus ingat dan yakin bahwa semua adalah ketetapan Allah. Apa saja bisa terjadi atas izin Allah. Dalam beberapa literatur mengenai CdLS, disebutkan bahwa jika orang tua bukan penyandang sindrom CdLS, dan bukan pembawa gen (deNovo), maka bisa dikatakan sangat jarang terjadi kelahiran 2 atau lebih anak CdLS dari satu orang tua. Maka berdasarkan hal tersebut, semua dokter menyemangati dan meyakinkan saya untuk tidak khawatir dan tidak ada pemeriksaan khusus yang perlu dilakukan untuk mengetahui hal tersebut. Penjelasan genetik nya bisa dipelajari disini https://ghr.nlm.nih.gov/condition/cornelia-de-lange-syndrome

4. Persiapan kehamilan apa yang perlu saya lakukan untuk mencegah kemungkinan lain?
Untuk kehamilan kedua ini, saya kembali melakukan tes TORCH. Dan Alhamdulillah hasil nya normal, tidak perlu tindakan dan pengobatan. Saya sangat menganjurkan bagi ibu ibu yang ingin hamil, untuk periksa TORCH ini SEBELUM HAMIL, bukan setelah ketahuan Hamil. Saya sudah banyak melihat pasien yang keguguran karena terinfeksi TORCH, atau melahirkan anak prematur/banyak masalah kesehatan seperti mikrosefali, gagal napas, kesulitan minum, pneumonia berulang, dll. Lebih baik terdeteksi di awal sehingga dapat dilakukan pengobatan. Semoga Allah selalu melindungi dan memberi rezeki kepada kita anak anak yang sehat dan cerda Aaamin Allahumma Aaamin

5. Apakah ada makanan tertentu yang dianjurkan/dilarang?
Jawaban dari dokter sangat melegakan. Seperti yang kita semua ketahu, sebenarnya tidak ada pantangan khusus bagi ibu hamil. Ibu hamil boleh makan seperti biasa. Nenas bukanlah suatu pantangan. Saya suka sekali nenas. Saya makan nenas baik saat hamil muda, hingga hamil trimester 3. (Saya tulis nenas karena saya sering sekali dengar ibu ibu hamil yang di larang makan nenas) :)


Walaupun kekhawatiran diatas selalu ada dalam kepala, saya serahkan kepada Allah dan selalu minta kesehatan untuk saya dan calon bayi. Selalu sertakan doa dalam setiap usaha yang kita lakukan. Saat hamil anak kedua saya masih tetao LDM-an sama suami, jadi gak bisa sering manja-manjaan minta ini itu. Tapi saya juga tidak ngidam banyak hal. Kalaupun ingin sesuatu, biasanya mudah dicari dan tidak ada waktu khusus. 

Selama hamil saya juga masih nyetir hingga hamil 9 bulan, Alhamdulillah suami dan orang tua memberikan kepercayaan. 
 
Saat masuk trimester ketiga, kami diminta dokter untuk memilih tanggal persalinan. Kami tidak memilih tanggal khusus, tapi kami pilih hari Jum'at, hari yang agung bagi umat Islam. 
Alhamdulillah, tanggal 10 Maret pukul 8.10 menit lahir anak laki laki kedua kami, dan kami beri nama Muhammad Ihsan Rasyid. 

Bahagia tak terhingga bagi keluarga kami, menjadi penyejuk hati kami, pengingat kami untuk selalu bersyukur kepada Allah. Beberapa orang ada yang mengatakan Ihsan sebagai pengganti Hafidz. Barangkali hanya ingin menenangkan hati kami, kami tidak menyalahkan. Meskipun dihati rasanya tidak tepat mengatakan Ihsan sebagai pengganti Hafidz. Tiap anak berbeda, Hafidz adalah Hafidz. Ihsan adalah Ihsan. 

Sering muncul di benak kami, bahkan hal ini pernah kami diskusikan saat Hafidz masih hidup. Saat itu kami sudah mulai berencana punya anak kedua. Apakah nanti jika punya anak, bisa membagi sayang dan punya rasa sayang yang sama? seperti itulah gambaran betapa besar nya rasa sayang kami kepada Hafidz. Kami takut berlaku tidak adil dan lebih sayang kepada Hafidz ketimbang adiknya. Namun Masya Allah, Allah kasih jawaban. Ihsan membuat kami sadar bahwa perasaan perasaan tersebut dapat hilang. Rasa sayang kepada anak tidak bisa di bandingkan. Seketika kami jatuh cinta dan menyayangi Ihsan dengan segenap jiwa raga kami, the way we used to love his brothet. 

Allah lah Maha Pemberi Rezeki, Allah lah yang Maha Tahu yang terbaik untuk tiap tiap keluarga. 
Ihsan lahir cukup bulan, sehat, menangis kuat dan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dapat kami lakukan. Sesuatu yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Memiliki Ihsan, saya harus belajar dan memiliki pengalaman pertama dalam banyak hal. 

Ini adalah pengalaman menyusui pertama yang saya alami. Rasanya Masya Allah, luar biasa kuasa Allah memberikan Air Susu yang di dalam nya terkandung segala yang dibutuhkan bayi, diberikan melalui ibu, saya benar benar merasakan betapa nikmat dan bahagia nya bisa menyusui. Ikatan yang sangat kuat antara ibu dan anak bisa saya alami sendiri. 

Saya bertekad untuk dapat menyusui Ihsan, memenuhi haknya disusui hingga usai 2 tahun, Insya Allah. Semoga Allah Ridho 

Ihsan umur 4 bulan 



days after i lost my son, selamat jalan anakku sayang

writing help me heals, so this is the reason why i want to keep this blog

Saya ingin bercerita, apa yang saya rasakan. Ada beberapa orang tua yang menghubungi saya setelah Hafidz meninggal, dan cerita mereka sangat membantu saya untuk kuat. Dari apa yang diceritakan, saya jadi tahu bahwa apa yang saya rasakan adalah normal, juga dirasakan oleh orang lain. Hati saya jd terbantu untuk tenang, dan lebih kuat. 

Saat penyelenggaraan jenazah Hafidz, saya kehilangan HP, karena sudah gak kepikiran sama HP. Saya gak sempat baca semua belasungkawa yang masuk jd gak bisa balas. Melalui blog ini saya sekalian ingin mengucapkan maaf karena gak sempat balas, terima kasih atas ucapan belasungkawa dan support untuk saya dan keluarga, sangat membantu kami dalam tahap ini. 

Setelah ditinggal Hafidz, perasaan masih bolak balik dan campur aduk. Terasa lebih berat karena suami hanya bisa menemani hingga 2 minggu (terima kasih Pak Bos atas izin yang diberikan). Suami harus kembali ke Lampung untuk bekerja. Dirumah hanya ada saya, Mama dan Papa. Kami banyak diam, sepertinya mencoba menguatkan diri masing masing. Mama selama beberapa minggu gak kuat masuk ke kamar cucu nya. Saya sendiri masih sering tiba tiba menangis kapan dan dimana saja. 
Saya rasa itu tidak bisa dihindari, yang bisa dicegah adalah jangan sampai menjadi terlalu terbawa dan meratapi kepergian. Sulit belajar nya, tapi harus berusaha. Saya sering tanya kemana mana, sana sini bagaimana agar tidak carried away. Lihat lemari baju nangis, lihat baby crib kosong nangis, lihat feeding pump yang masih tergantung juga nangis.

Suami adalah orang yang paling kuat dimata saya. Selalu berusaha tegar agar kami sekeluarga tegar. Selalu dengan lembut dan cara baik menenangkan jika saya gelisah teringat hari hari terakhir bersama Hafidz. Walaupun demikian, suami tetaplah manusia, seorang ayah yang baru saja ditinggal pergi anak tercinta. Suatu hari saat pulang kerumah tak sengaja suami melihat cap kaki mungil Hafidz yang di ambil saat baru lahir. Seketika suami terduduk menangis tidak bisa menahan air mata. Air mata rindu seorang Ayah yang tidak selalu punya kesempatan berjumpa dengan anak tercinta. Perjuangan mu sungguh berat wahai Ayah :(

Malam hari adalah saat yang berat, terutama diantara jam 12 hingga subuh, selalu teringat saat Hafidz perburukan di RS. Suami juga berjuang menghilangkan rasa gelisah yang selalu datang terutama saat weekend (Hafidz perburukan malam dan suami tidak bisa langsung berangkat, saat tiba di Pekanbaru Hafidz sudah tidak sadar).

Tapi semua harus diusahakan, walaupun berat. Saya harus sering ingat ingat pesan dari keluarga saudara, teman, yang juga kehilangan anak, dan yang punya cobaan jauh lebih berat dari saya. Beberapa saran yang saya ingat dengan sangat baik diantaranya:

1. Allah sudah kasih janji, bagi setiap orang tua anak nya sudah diambil oleh Allah kemudian bersabar dan mengucapkan kalimat "innalillahi wa inna ilaihi rojiun" maka Allah akan memasukkan anak beserta orang tua nya ke surga. Ini adalah kutipan Hadits shahih yang harus saya ingat ingat. Harus sabar dan tidak meratap, supaya Allah kasih syurga kelak. Aamin Ya Rabbal Aalamiiin

2. Tidak perlu menanyakan kenapa ini terjadi pada saya, atau merasa tidak percaya dengan yang sudah terjadi. Karena ini semua sudah ketentuan Tuhan. Kalau masih mempertanyakan, tandanya tidak percaya dengan apa yang sudah Allah rencanakan.

3. Masih ada orang lain yang memiliki cobaan lebih berat. Ada orang tua yang tidak bisa mendampingi anak di saat saat terakhir, ada orang tua yang tidak bisa menghadiri pemakaman anak, ada orang tua yang anak nya diambil dengan sangat cepat, diusia yang jauh lebih muda. Itu semua mengingatkan saya betapa saya harus bersyukur Allah sudah kasih waktu 4,5 tahun bersama Hafidz, sudah banyak kenangan dan memori yang ada di kepala dan yang kami abadikan.

4. Tetap lah meminta kepada Allah dengan Sabar dan Solat. Agar semakin hari semakin yakin dengan ketetapan Allah, agar rasa sedih dapat berganti menjadi rasa syukur, agar dapat melewati hari hari yang tersisa dengan lebih banyak mengingat keagungan dan kebesaran Allah

5. Jika ingat betapa sedih nya ditinggal anak, ingatlah akan janji surga dari Allah. Supaya setelah ditinggal Hafidz, ingat untuk menjadi orang yang baik, meningkatkan ibadah, agar pantas menjadi orang tua yang berhak di ganjar surga oleh Allah 'Azza wa Jalla

Itulah beberapa pesan penting dan sangat berharga dari keluarga teman sahabat yang datang menghibur maupun yang menghubungi saya. Terima kasih sebanyak-banyak nya atas dukungan moril yang disampaikan, hanya Allah yang dapat membalas kebaikan semua.

Tulisan ini saya buat 1 tahun setelah kepergian Hafidz, anak kami tercinta. Selamat Jalan anakku Sayang, Your smile stays in my heart forever. Kami akan melanjutkan hidup, Nak. Kami akan berusaha menjadi orang tua yang kuat. Walaupun masih sering mengingat mu dan tak sadar air mata ini tetap turun, kami akan berusaha menjadi orang tua yang pantas Hafidz tunggu di depan pintu surga Allah...




Tuesday, August 15, 2017

Hafidz's last days :(

BISMILLAHORROHMAANIRROHIIM
Segala Puji bagi Allah atas segala limpahan rahmat dan karunia yang di berikan

Baru kali ini berani buka blog lagi, buka buku jurnal Hafidz lagi dan beranikan diri untuk buat post. Post kali ini sungguh berat rasanya. campur aduk perasaan saya, bolak balik baca dan edit. 
sebenarnya tulisan ini sudah saya buat jauh hari, saat itu dalam persiapan mengangkat cerita Hafidz dalam sebuah buku. Namun karena urung terwujud dan setelah konsultasi dengan sahabat sesama penulis buku, saya putuskan untuk post cerita ini di blog. Teruntuk saudara teman kerabat dan kenalan yang mengenal dan membaca blog Hafidz, mohon maaf saya baru dapat menceritakan hari hari terakhir Hafidz melalui blog ini, 
Sungguh menulis menjadi salah satu cara saya untuk kuat, to heal, to learn and to remember...
terima kasih,,,
it's not the end, i will continue writing about my little family and our upcoming journey ahead!



Di tahun 2016, kami menemukan tantangan baru dalam merawat Hafidz. Hafidz sudah bertambah besar!, lebih aktif, dan terlihat beberapa keterampilan motorik kasar nya yang membaik. Hafidz lebih mahir memegang mainan, sudah bisa lebih tepat meraih sesuatu di depan matanya, sudah lebih betah diajak latihan duduk, dan lebih  bisa memperlihatkan ekspresi berbeda saat ngantuk, marah atau sakit. Karena tangan sudah lebih aktif dan mahir, Hafidz sering menggaruk mata, kuping, dan yang paling membutuhkan perhatian lebih adalah, sudah pandai menggaruk perut terutama daerah button nya. Beberapa cara kami lakukan untuk melindungi button. Cara yang lumayan ampuh adalah dengan membalut perut Hafidz meggunakan kain lembut yang tipis beberapa lapis, dan menggantu setiap basah. Memang selalu basah, karena Hafidz belum bisa duduk lama dan berdiri, masih sangat suka telungkup dan berguling, sehingga harus kami ganti beberapa kali sehari.
Salah satu permasalahan yang terjadi pada anak dengan gastrostomi adalah adanya rembesan cairan lambung yang keluar melalui stoma nya. Parah tidak nya sangat bergantung pada kondisi anak masing masing. Saya sudah sering melihat di media social dan berbincang dengan beberapa anak dengan gastrostomi. Memang akan selalu ada rembesan, namun beberapa anak rembesan nya tidak terlalu banyak, terutama anak yang sudah pandao duduk dan berjalan, sehingga kondisi kulit nya juga baik. Pada hafidz rembesan yang terjadi lebih banyak di banding anak lainnya. Kulit sekitar button sering merah, namun tidak perih dan sakit. Hafidz tetap bermain seperti biasa. Kami coba kontrol dan follow up ke beberaoa dokter. Diantara nya dokter gastro anak dan bedah anak di Pekanbaru, Jakarta hingga akhirnya kami memutuskan untuk membawa Hafidz kontrol ke Singapore.
Tanggal 8 Agustus 2016, saya, Hafidz dan suami berangkat dengan penerbangan langsung Pekanbaru Singapore. Hafidz dalam kondisi baik, tidak demam, tidak sakit dan aktif bermain. Suami diberikan izin untuk beberapa hari. Saya sendiri saat itu kondisi baik. Memang beberapa minggu sebelumnya, saya dan suami mendapat kabar baik, tes kehamilan saya positif. Saya hamil anak kedua, perasaan bahagia dan bersyukur yang tidak dapat saya gambarkan. Sudah sering saya bercerita ke Hafidz bahwa dia akan menjadi abang, selalu mengajak nya berdoa agar kami selalu sehat, supaya bisa bermain dengan adik nya saat sudah lahir. Awal nya suami agak ragu untuk berangkat, karena saat itu, Singapore sedang diramaikan kasus Zika yang jumlah pasien nya di Singapore tercatat ratusan orang. Saat itu, pemerintah Indonesia belum mengeluarkan travel warning. Mengingat jadwal appointement dengan dokter sudah di booked, dan sempat di undur karena dokter berhalangan, kami tetap putuskan berangkat, memohon kepada Allah agar kami sehat dan segala sesuatu dilancarkan. Kami pun berangkat dengan harapan bisa membawa pulang titipan beberapa orang tua IRD berupa alat medis dan obat yang tidak dijual di Indonesia, tentunya juga alat alat kebutuhan Hafidz yang harus selalu kami restock dengan alasan yang sama. Beginilah perjuangan kami, berusaha yang terbaik untuk anak spesial kami, berharap suatu hari, alat alat yang kami butuhkan akan selalu tersedia di kota tempat kami tinggal. Tidak perlu harus beli keluar negeri, atau harus bayar bea cukai jika barang dikirim dari luar negeri. Biarlah harus merogoh kocek dan tidak mengharapkan alat alat tersebut ditanggung asuransi. Tersedia saja di Indonesia, sudah sangat membantu kami.
Setelah pulang dari Singapore, saya di bekali dokter dan perawat dengan tambahan bahan medis baru dan teknik baru dalam merawat kulit sekitar button Hafidz. Dan perawat nya mengingat kan saya untuk menghubungi nya jika saya mengalami kesulitan agar dilaporkan ke dokter.  Satu hal yang saya patut puji, mereka tidak merasa terbebani dengan panggilan telpon, sms, email atau whatsapp dari pasien, mereka akan selalu coba bantu jawab dan tidak mengharapkan bayaran.
 Seminggu setelah pulang dari Singapore, hari Kamis, 18 Agustus 2016, Hafidz demam tinggi dan sesak. Saya bawa ke ugd karena saat itu tabung oksigen menunjukkan oksigen tinggal sedikit. Hari kedua kami membawa Hafidz ke dokter anak. Saya pulang membawa obat dan diajurkan untuk nebulisasi dirumah. Namun Hafidz terlihat rewel tidak seperti biasa, selama 2 hari ini Hafidz tidak tidur, kami bergantian dirumah menjaga Hafidz yang masih tetap demam naik turun, rewel tidak bisa tidur, walaupun terlihat sesak sedikit berkurang karena diberi oksigen. Hari ketiga, saya, asisten dan orang tua dirumah benar benar kelelahan, tidak bisa tidur, bergantian gendong Hafidz yang saat itu sudah 11 kg dan rewel.
Tanggal 20 Agustus 2016 menjelang siang, akhirnya saya putuskan bawa Hafidz kembali ke ugd RS terdekat. Di RS tempat Hafidz sering dirawat ini, saya ceritakan kondisi Hafidz dan akhirnya diputuskan untuk dirawat. Usaha saya merawat Hafidz dirumah saat demam hari pertama dan kedua tidak ada perbaikan, sudah terbayang oleh saya sulitnya mencari akses infuse juka Hafidz dirawat, merupakan salah satu alasan saya untuk berusaha dulu rawat dirumah jika demam 1 atau 2 hari. Benar saja, seperti biasa, butuh waktu yang lama dan petugas yang bergantian mencoba pasang infus di lengan dan kaki Hafidz sampai akhirnya berhasil. Hafidz terlihat lelah sekali, dan sangat penasaran dengan balutan infuse di tangan nya. Perhatian nya hanya tertuju ke tangan nya yang dibalut, walaupun tidak menangis, saya tahu Hafidz merasa sangat tidak nyaman, Sering Hafidz menatap saya agak lama, seperti mau mengatakan dia tidak nyaman. Prosedur standar di lakukan oleh petugas, dilakukan pemeriksaan darah dan rontgen paru. Kami menunggu sedikit lama di ugd karena kamar yang diinginkan penuh. Sementara kami di letakkan di kamar dengan 2 pasien sambil menunggu ada kamar yang kosong. Sore hari, dokter anak datang periksa dan mengatakan hasil rontgen menunjukkan adanya gambaran pneumonia di paru Hafidz dan akan diberikan antibiotic lewat infuse, ditambah dengan serangkaian pengobatan lainnya. Hafidz masih tetap tidak bisa tidur, dan demam masih naik turun.
Sore itu, diatas bed pasien, saya pangku Hafidz, dan tidak lama, Hafidz tertawa melihat saya, walaupun hanya sebentar sebelum dia kembali memusatkan perhatian ke balutan akses infuse di tangannya. Lega sekali rasanya, pertama kali melihat senyum Hafidz sejak ia sakit dan rewel.
Saya ingat, waktu itu saya menelpon suami untuk memberikan update tentang Hafidz. Suami bertanya “Gimana, Ayah perlu cari tiket sekarang?”, saya menjawab dengan sedikit ragu “hmm, kita lihat besok aja Yah, mudah-mudahan sakit nya gak lama”. Suami baru saja seminggu yang lalu izin tidak kerja untuk menemani Hafidz kontrol ke Singapore, sehingga benar benar harus dipertimbangkan jika harus izin lagi.
Sekitar jam 9 malam, barulah kami pindah ke kamar yang kami inginkan. Dengan kondisi kamar yang lebih luas, dan ada bed untuk tempat istirahat penunggu, saya dan asisten yang menemani berniat untuk bergantian tidur. Saya tidur pertama, hari sudah menunjukkan jam 10, saya bilang ke asisten untuk bangunkan saya jam 12. Kondisi Hafidz saat itu terlihat sangat kelelahan, mencoba tidur tapi sering terbangun. Demam masih naik turun. Begitu jam 12 saya bangun, bergantian dengan asisten. Hafidz masih demam tinggi, dan rewel, masih sesak walaupun sudah diberi oksigen. Tidak lama, Hafidz mimisan, awalnya saya mengira mimisan karena demam tinggi. Namun kemudian Hafidz batuk dan dari hidung keluar darah yang berbusa. Barulah terlihat Hafidz semakin drop, dokter dan perawat yang sudah ada diruangan kemudian segera menghubungi dokter jaga iCU. Kondisi hafidz turun drastic, mulai tidak sadar dan nafas berat. Sungguh berat bagi saya menuliskan ini, mengingat kembali apa yang terjadi malam itu. Baru saja kami membawa Hafidz ke IGD siang hari, namun malam nya kondisi Hafidz sudah begitu berat. Saya merasa saat itu juga akan kehilangan Hafidz, barangkali dia tioak akan bertahan sampai di ICU, saya berkali kali bilang ke Hafidz untuk bertahan menunggu Ayah nya datang. Saya telpon Ayah nya mengatakan kondisi Hafidz berat dan harus pulang sambil menangis.
Sampai di ICU, saya melihat dokter dan perawat menangani Hafidz, Hafidz masih bergerak lemah, dengan nafas yang sangat berat. Karena waktu itu dir s hanya ada saya dan asisten, maka saya harus turun ke ruang administrasi untuk pengurusan pindah ke ruang ICU, proses yang memerlukan verifikasi data, sehingga tidak mungkin di wakilkan oleh asisten. Perasaan saya campur aduk karena Hafidz saya tinggal masih dalam kondisi sulit bernapas. Saat saya kembali ke ICU, dokter anak sudah datang dan sedang berusaha untuk intubasi, karena Hafidz harus dipasang ventilator. Saat itu asisten saya memang sedang sakit dan minta izin untuk ke kamar. Saya seorang diri di ICU.
Dokter meminta saya untuk menjelaskan kondisi terakhir Hafidz, sambil menunggu hasil rontgen ulang malam itu. Dokter ingin cari tahu penyebab gagal napas yang dialami Hafidz. Hasil rontgen malam itu menunjukkan paru paru Hafidz sudah putih semua, sudah terjadi kondisi Udem paru akut dan massive. Dokter mengatakan kondisi Hafidz tidak baik, Saturasi oksigen saat itu hanya sekitar 60% meskipun sudah terpasang ventilator dengan settingan optimal. Tekanan darah Hafidz pun rendah, dengan tekanan sistolik terukur 60-an mmHg, dan frekuensi nadi yang masih cepat.
Inilah masa terberat dalam hidup saya, menyaksikan anak gagal napas, tidak sadar, dan mendengar kabar buruk dari dokter. Jam jam yang saya lewati terasa sangat lama sekali, menunggu suami yang tidak berhasil mendapatkan tiket tercepat pagi itu. Mendengar tangisan suami dari ujung telpon yang tidak sabar menemui anak nya. Anak yang terpaksa harus tinggal terpisah dengannya sejak berusia 9 bulan hingga 4,5 tahun. Hanya bisa menggendong dan memeluk setiap cuti bulanan selama beberapa hari. Terakhir menggendong dan memeluk anak nya seminggu lalu, dan sekarang harus mendengar anak yang sudah tidak sadar terbaring di rumah sakit.
Akhirnya, Minggu siang, 21 Agustus 2016, suami saya tiba di RS bersama mertua, segera kami izin untuk menemui Hafidz. Disinilah saya melihat pertama kali nya suami menangis terisak tidak berhenti. Sungguh besar pengorbanan suami saya selama merawat Hafidz, kesabaran dan ketabahan jauh dari anak, tabungan yang habis untuk mengobati anak, merelakan karir nya turun agar bisa bekerja tidak jauh dari anak. Demikian juga orang tua kami, berat bagi mereka melihat cucu satu satu nya dalam kondisi kritis     
Karena kondisi Hafidz yang berat, oleh dokter kami orang tuanya diberikan izin untuk bisa menemani Hafidz setiap saat diruangan ICU. Doa doa kami panjatkan. Saya dan suami berbicara dengan Hafidz, bergantian. Kami saling menguatkan, masa masa terberat dalam hidup kami menghadapi kondisi terberat selama kami dititipkan Hafidz oleh Allah. Tidak banyak perkembangan hari itu. Tanggal 22 Agustus pagi, saya dan suami dijelaskan dokter, kondisi Hafidz semakin drop, semetara settingan alat alat dan obat obatan telah maksimal di berikan, namun respon Hafidz masih jauh dari harapan. Hari itu, saya dan suami menemui Hafidz dan kami dengan sangat berat akhirnya harus mengatakan perkataan yang paling sulit dalam hidup kami. Kami berdua sudah pernah mengalami ‘hampir’ kehilangan Hafidz sebelumnya, dan sudah sering membicarakan ini, bahwa anak yang Allah titipkan ini kapan saja bisa diambil kembali, dan kami harus siap kapan pun Allah panggil. Hingga saat itu benar benar tiba, dengan pemahaman dan keikhlasan sepenuh nya pun, terasa sangat berat bagi kami. Kami hampiri Hafidz dengan air mata mengalir, mengatakan bahwa jika Hafidz masih bisa berjuang, berjuanglah sekuat tenaga agar bisa ketemu ayah dan ibu lagi, bermain lagi dengan kami. Namun, kami ayah ibu nya, ikhlas kalau seandainya Hafidz sudah tidak kuat berjuang, sudah tidak kuat menahan sakit. Bahwa kami ayah ibu nya sayang, namun Allah lebih sayang, dan jika Allah panggil Hafidz, Insya Allah ayah dan ibu bisa terima. Bahwa kami bersyukur Allah sudah kasih kami rezki merawat dan membesarkan Hafidz, anak kesayangan kami yang selalu senyum dan ceria selama 4,5 tahun. Karunia terbesar dari Allah untuk kami.
Orang tua, abang dan keluarga kami berkumpul. Hingga malam hari, kondisi Hafidz semakin drop, dan saat kami menemani nya di samping tempat tidur, sambil membacakan Syahadat, suami melepas Hafidz, disaksikan keluarga, dokter dan perawat pada pukul 22.05 WIB. Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Rojiun. Allah telah meminta Hafidz kembali.
Tidak bisa saya menahan air mata yang mengalir saat saya menulis ini. Tulisan ini saya selesaikan pada bulan Januari 2017, beberapa hari menjelang hari lahir nya 5 tahun lalu. Saya dan suami bersyukur banyak mengabadikan Hafidz lewat foto dan video, sering kami tersenyum bahkan tertawa melihat dan mengenang kembali tingkah nya yang lucu, tak jarang pula kami menitikkan air mata melihat beberapa video dan mendengar suaranya. Sungguh, air mata ini bukanlah air mata penyesalan, atau air mata yang bertanya tanya kenapa ini terjadi, tapi air mata ini murni karena satu alasan yang tidak mungkin hilang selamanya. Air mata ini mengalir karena KAMI RINDU. Rindu yang tidak akan hilang sampai giliran datang kepada kami menghadap sang Pencipta. Sampai saat itu, tujuan hidup kami adalah berusaha menjadi orang yang pantas bertemu lagi dengan Hafidz di Jannah. 
 Hafidz telah menjadi guru untuk saya, suami, keluarga besar, bahwa Allah Maha Kuasa. Begitu banyak berkah dan pengajaran hidup kami dapatkan selama dititipi Hafidz. Sungguh sudah jelas kemana anak kami seterusnya berada setelah dunia, sehingga dia didatangkan ke dunia ini bukan untuk dirinya, melainkan untuk kami, Allah memperbaiki kami melewati Hafidz, membuat kami melihat dan menilai ulang tentang dunia, tentang hidup, belajar bersabar, dan yang paling penting, belajar bersyukur.

Istirahatlah dengan tenang anakku sayang, semoga ayah dan ibu bisa memeluk mu kembali di surga Allah…